Dikirim pada 2008-01-08 20:30:16 Oleh admin
Satu “milestone†Baru Di Usianya Yang ke 33 Tahun
Oleh: Rudi Mulyadi (Humas)
SEMOGA masih ada pada kita rasa miris atau bahkan terusik oleh adanya persepsi (publik,red) tentang eksistensi, citra/reputasi dan kiprah INTI di tengah percaturan bisnisnya. Tidak sedikit dari kalangan komunitas telekomunikasi (ICT) belakangan ini ternyata mempersepsikan dan mempertanyakan soal ini secara tajam tentang keterpurukan INTI. Bagaimana bisnis INTI...? Bagaimana masa depan INTI...? dan ungkapan lain senada itu yang semestinya jadi bahan renungan jujur serta tindakan bernilai (valuable) kita bersama. Di saat pergantian tahun 2007/2008 bertepatan dengan ulang tahun INTI yang ke 33, tidak ada salahnya (sebagai kontemplasi) kita coba buka kilas balik perjalanan INTI berikut pasang surutnya.
INTI Pada Masanya
Pada era 1980-an, INTI boleh dibilang menguasai pasar pada bidang terminal (single line telephone) baik untuk operasi pelanggan biasa maupun operasi telepon umum. Kebanggaan pada masa ini, adalah di mana produk terminal INTI menjadi satu-satunya produk standard yang digunakan oleh operator. Produk-produk INTI pada masa itu, antara lain; INTI-Fuga D2, INTI-Fuga D2U, INTI-111, INTI-111E, PTE-990, PTE-991, PTE-991R, PTE-996, dll. Di bidang transmisi khususnya radio terrestrial dan microwave serta komunikasi satelit, INTI memiliki kapabilitas terdepan di mata kastemer. Tentu kita tidak lupa pada STJJ (Sambungan Telepon Jarak Jauh) dan SBK (Stasiun Bumi Kecil) yang mampu menjadi mesin uang bagi perusahaan.
Di era akhir 1980-an s/d awal 90-an, INTI dengan penguasaan teknologi TDM-Switch menjadi pionir dalam implementasi/proses Digitalisasi Telekomunikasi Indonesia. INTI menjadi leader baik dalam penguasaan teknologi maupun pasar, di mana lebih dari 80% infrastruktur switching yang di-deploy oleh operator menggunakan produk INTI yang dikenal dengan STDI dan STDI-K. Pada masa ini, INTI mampu tampil sebagai andalan pemerintah sebagai basis dan tulang punggung pembangunan telekomunikasi nasional, menunjang pendapatan (devisa) serta penciptaan lapangan kerja. Saat-saat itu kita memang pernah berjaya namun hanya pada masanya.
INTI Pada Mitranya
Adanya pergeseran layanan dari fixed network ke arah mobile network sudah mulai diindikasikan pada pertengahan tahun 1990-an dimulai dengan digelarnya platform teknologi/layanan GSM kemudian CDMA pada awal tahun 2000-an. Begitu pula pada teknologi switching, akses serta jaringan di mana TDM-Switch secara perlahan dihentikan dan mulai memasuki era Soft-Switch dengan jaringan mutakhir yang lebih efisien yaitu NGN (Next Generation Network) dengan memanfaatkan internet (IP-based).
Konsekuensi dari situasi tersebut, secara pragmatis INTI harus melakukan reorientasi bisnisnya dari basis manufaktur ke arah professional engineering services yang lebih menekankan pada kemampuan total solutions provider bidang infokom atau dikenal dengan strategi Infocom System & Technology Integration (ISTI). Dengan sendirinya, portofolio produk/bisnis INTI pun terbagi ke dalam dua kategori, yang pertama adalah produk partnership yang meliputi network element utama (di mana INTI berperan sebagai system integrator). Kategori kedua adalah produk genuine (hasil karya sendiri) yang terdiri dari network management tools, power supply equipments serta supporting facilities, seperti CME. Di samping itu, kemampuan dalam bidang jasa engineering tetap dipertahankan dan ditingkatkan sebagai salah satu kekuatan INTI yang layak diandalkan.
Posisi tawar terhadap technology owners dari perusahaan multinasional, khususnya pada produk-produk elemen utama tadi, nampaknya masih belum menjanjikan untuk mewujudkan kemandirian sebagaimana direncanakan. Konsesi bisnis ternyata lebih kepada “kuota†penjualan yang dibebankan kepada INTI, tanpa dibarengi dengan skema alih teknologi (local production) yang nyata. Kondisi ini demikian menyita konsentrasi dan energi kita, seolah menenggelamkan kemampuan besar INTI pada bidang genuine product yang justru bernilai dan prospektif. Maka, upaya untuk membangkitkan lagi kekuatan manufaktur melalui mekanisme partnership masih memerlukan peningkatan komitmen dari mitra (vendor) yang lebih bernilai. Sementara itu, sudah saatnya kemampuan perusahaan pada bidang genuine product development yang semakin berkembang diberdayakan secara maksimal dan dikomunikasikan.
Adanya persepsi negatif seperti diuraikan di awal, nampaknya cukuplah beralasan sebab secara kemampuan nyata, posisi INTI berada di belakang nama besar vendor. Sudah saatnya pula kita memiliki rasa percaya diri bahwa produk yang dikembangkan ternyata sesuai dengan trend baik teknologi maupun kebutuhan pasar, sehingga kejayaan yang sejati akan kembali menjadi milik INTI dan bukan hanya pada mitranya.
INTI Pada Kapabilitasnya
Trend teknologi layanan infokom yang sudah konvergen dan mengarah pada platform IP ternyata sudah mampu ‘dijawab’ oleh kapabilitas genuine product INTI. Selain kemampuan menciptakan produk pada level manajemen jaringan seperti ISLIMS, IMPA, IVAS, NMS dll, yang telah dihasilkan dan digunakan oleh operator beberapa waktu lalu, kini INTI mampu menciptakan produk berbasis IP untuk elemen private switching, seperti IP-PBX dan stand alone switching center yaitu ICA (INTI Call Agent) yang kini berkembang menjadi produk ‘fenomenal’ ICN (INTI Compact NGN).
Penemuan produk ICN memang cukup mengejutkan dan spektakuler, karena ternyata sejalan dengan roadmap teknologi dan layanan masa depan. Adapun dari sisi portofolio produk/bisnis INTI, penemuan ini merupakan harapan besar untuk menjadi penyeimbang pada kapabilitas perusahan yang selama ini masih didominasi oleh pekerjaan integrasi produk-produk vendor. Dalam rangka mewujudkan kemandirian yang sempat tertunda, maka sudah saatnya penemuan ICN ini didukung perjalanannya secara serius dari berbagai aspek secara terpadu, sehingga tidak kembali ‘prematur’ seperti pengalaman lalu.
Sejumlah aspek terpadu yang perlu kita bantu tersebut antara lain aspek legal baik menyangkut upaya meyakinkan regulator untuk percepatan regulasi standar operasinya maupun pengurusan paten produk ICN itu sendiri. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah meyakinkan paradigma kita untuk lebih cermat dan berani melakukan investasi dan mempersiapkan produksinya secara bernilai tambah dan terkontrol. Sementara itu, aspek marketing juga memegang peran yang penting dalam menyukseskan bisnisnya.
Dari titik ICN inilah tentu kita berharap dan berusaha agar mampu membangkitkan lagi kemandirian yang kita dambakan. Semoga titik ini pula dapat kita jadikan satu ‘milestone’ baru bagi langkah INTI berikutnya yang kembali mengedepankan kapabilitas dahsyatnya, sehingga kita tepis persepsi negatif yang menggejala. Dengan itu, maka sepantasnyalah kita bangga bahwa kini saatnya; INTI Berdering Lagi ..!
Oleh: Rudi Mulyadi (Humas)
SEMOGA masih ada pada kita rasa miris atau bahkan terusik oleh adanya persepsi (publik,red) tentang eksistensi, citra/reputasi dan kiprah INTI di tengah percaturan bisnisnya. Tidak sedikit dari kalangan komunitas telekomunikasi (ICT) belakangan ini ternyata mempersepsikan dan mempertanyakan soal ini secara tajam tentang keterpurukan INTI. Bagaimana bisnis INTI...? Bagaimana masa depan INTI...? dan ungkapan lain senada itu yang semestinya jadi bahan renungan jujur serta tindakan bernilai (valuable) kita bersama. Di saat pergantian tahun 2007/2008 bertepatan dengan ulang tahun INTI yang ke 33, tidak ada salahnya (sebagai kontemplasi) kita coba buka kilas balik perjalanan INTI berikut pasang surutnya.
INTI Pada Masanya
Pada era 1980-an, INTI boleh dibilang menguasai pasar pada bidang terminal (single line telephone) baik untuk operasi pelanggan biasa maupun operasi telepon umum. Kebanggaan pada masa ini, adalah di mana produk terminal INTI menjadi satu-satunya produk standard yang digunakan oleh operator. Produk-produk INTI pada masa itu, antara lain; INTI-Fuga D2, INTI-Fuga D2U, INTI-111, INTI-111E, PTE-990, PTE-991, PTE-991R, PTE-996, dll. Di bidang transmisi khususnya radio terrestrial dan microwave serta komunikasi satelit, INTI memiliki kapabilitas terdepan di mata kastemer. Tentu kita tidak lupa pada STJJ (Sambungan Telepon Jarak Jauh) dan SBK (Stasiun Bumi Kecil) yang mampu menjadi mesin uang bagi perusahaan.
Di era akhir 1980-an s/d awal 90-an, INTI dengan penguasaan teknologi TDM-Switch menjadi pionir dalam implementasi/proses Digitalisasi Telekomunikasi Indonesia. INTI menjadi leader baik dalam penguasaan teknologi maupun pasar, di mana lebih dari 80% infrastruktur switching yang di-deploy oleh operator menggunakan produk INTI yang dikenal dengan STDI dan STDI-K. Pada masa ini, INTI mampu tampil sebagai andalan pemerintah sebagai basis dan tulang punggung pembangunan telekomunikasi nasional, menunjang pendapatan (devisa) serta penciptaan lapangan kerja. Saat-saat itu kita memang pernah berjaya namun hanya pada masanya.
INTI Pada Mitranya
Adanya pergeseran layanan dari fixed network ke arah mobile network sudah mulai diindikasikan pada pertengahan tahun 1990-an dimulai dengan digelarnya platform teknologi/layanan GSM kemudian CDMA pada awal tahun 2000-an. Begitu pula pada teknologi switching, akses serta jaringan di mana TDM-Switch secara perlahan dihentikan dan mulai memasuki era Soft-Switch dengan jaringan mutakhir yang lebih efisien yaitu NGN (Next Generation Network) dengan memanfaatkan internet (IP-based).
Konsekuensi dari situasi tersebut, secara pragmatis INTI harus melakukan reorientasi bisnisnya dari basis manufaktur ke arah professional engineering services yang lebih menekankan pada kemampuan total solutions provider bidang infokom atau dikenal dengan strategi Infocom System & Technology Integration (ISTI). Dengan sendirinya, portofolio produk/bisnis INTI pun terbagi ke dalam dua kategori, yang pertama adalah produk partnership yang meliputi network element utama (di mana INTI berperan sebagai system integrator). Kategori kedua adalah produk genuine (hasil karya sendiri) yang terdiri dari network management tools, power supply equipments serta supporting facilities, seperti CME. Di samping itu, kemampuan dalam bidang jasa engineering tetap dipertahankan dan ditingkatkan sebagai salah satu kekuatan INTI yang layak diandalkan.
Posisi tawar terhadap technology owners dari perusahaan multinasional, khususnya pada produk-produk elemen utama tadi, nampaknya masih belum menjanjikan untuk mewujudkan kemandirian sebagaimana direncanakan. Konsesi bisnis ternyata lebih kepada “kuota†penjualan yang dibebankan kepada INTI, tanpa dibarengi dengan skema alih teknologi (local production) yang nyata. Kondisi ini demikian menyita konsentrasi dan energi kita, seolah menenggelamkan kemampuan besar INTI pada bidang genuine product yang justru bernilai dan prospektif. Maka, upaya untuk membangkitkan lagi kekuatan manufaktur melalui mekanisme partnership masih memerlukan peningkatan komitmen dari mitra (vendor) yang lebih bernilai. Sementara itu, sudah saatnya kemampuan perusahaan pada bidang genuine product development yang semakin berkembang diberdayakan secara maksimal dan dikomunikasikan.
Adanya persepsi negatif seperti diuraikan di awal, nampaknya cukuplah beralasan sebab secara kemampuan nyata, posisi INTI berada di belakang nama besar vendor. Sudah saatnya pula kita memiliki rasa percaya diri bahwa produk yang dikembangkan ternyata sesuai dengan trend baik teknologi maupun kebutuhan pasar, sehingga kejayaan yang sejati akan kembali menjadi milik INTI dan bukan hanya pada mitranya.
INTI Pada Kapabilitasnya
Trend teknologi layanan infokom yang sudah konvergen dan mengarah pada platform IP ternyata sudah mampu ‘dijawab’ oleh kapabilitas genuine product INTI. Selain kemampuan menciptakan produk pada level manajemen jaringan seperti ISLIMS, IMPA, IVAS, NMS dll, yang telah dihasilkan dan digunakan oleh operator beberapa waktu lalu, kini INTI mampu menciptakan produk berbasis IP untuk elemen private switching, seperti IP-PBX dan stand alone switching center yaitu ICA (INTI Call Agent) yang kini berkembang menjadi produk ‘fenomenal’ ICN (INTI Compact NGN).
Penemuan produk ICN memang cukup mengejutkan dan spektakuler, karena ternyata sejalan dengan roadmap teknologi dan layanan masa depan. Adapun dari sisi portofolio produk/bisnis INTI, penemuan ini merupakan harapan besar untuk menjadi penyeimbang pada kapabilitas perusahan yang selama ini masih didominasi oleh pekerjaan integrasi produk-produk vendor. Dalam rangka mewujudkan kemandirian yang sempat tertunda, maka sudah saatnya penemuan ICN ini didukung perjalanannya secara serius dari berbagai aspek secara terpadu, sehingga tidak kembali ‘prematur’ seperti pengalaman lalu.
Sejumlah aspek terpadu yang perlu kita bantu tersebut antara lain aspek legal baik menyangkut upaya meyakinkan regulator untuk percepatan regulasi standar operasinya maupun pengurusan paten produk ICN itu sendiri. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah meyakinkan paradigma kita untuk lebih cermat dan berani melakukan investasi dan mempersiapkan produksinya secara bernilai tambah dan terkontrol. Sementara itu, aspek marketing juga memegang peran yang penting dalam menyukseskan bisnisnya.
Dari titik ICN inilah tentu kita berharap dan berusaha agar mampu membangkitkan lagi kemandirian yang kita dambakan. Semoga titik ini pula dapat kita jadikan satu ‘milestone’ baru bagi langkah INTI berikutnya yang kembali mengedepankan kapabilitas dahsyatnya, sehingga kita tepis persepsi negatif yang menggejala. Dengan itu, maka sepantasnyalah kita bangga bahwa kini saatnya; INTI Berdering Lagi ..!