Di suatu perusahaan di negeri jiran, seorang karyawan datang ke koperasi mengajukan pinjaman –ia masih muda tubuhnya kekar, namun lemah karena kelaparan. Di sana ia duduk sambil menundukkan kepala mencucurkan air mata, meminta kepada pengurus koperasi agar dipinjami uang untuk makan anak istrinya, memohon dengan sangat kemurahan hati dan meratapi nasib, dan menangis didera perihnya perut karena lapar.
Gagal mendapatkan pinjaman ia pun kembali bekerja. Tanpa terasa malam tiba; bibirnya kering dan lidahnya kelu dan tangan serta perutnya kosong. Lalu, dia beranjak dan pulang ke rumah, tetapi sebelum masuk ia duduk di bawah pohon di depan rumahnya, ia meratap dengan ratapan yang getir. Ia menengadahkan kepala dengan mata yang berkaca-kaca dan mengadukan kelaparannya, sambil berujar lirih, "Oh Tuhan, aku telah mendatangi koperasi untuk meminta pinjaman namun mereka melengos lantaran mereka menganggap gajiku cukup untuk hidup sehari-hari bersama keluarga. Telah kudatangi Serikat Pekerja untuk mengadukan nasibku, namun mereka mengatakan, kami telah membuat lima alternatif perbaikan Gaji Dasar. Telah kudatangi bagian kepegawaian dan menyampaikan bahwa gajiku sekarang tidak cukup lagi untuk hidup sehari-hari, namun mereka mengatakan kami masih harus menunggu indek harga kemahalan dan indek-indek lain yang aku tidak mengerti. Kucari pekerjaan tambahan demi nafkah sehari-hari tapi orang menolakku karena nasibku bertentangan dengan diriku. Maka, aku pun mengemis kepada saudara-saudaraku demi anak dan istriku.

Mereka yang menyembah Engkau, Oh Tuhan, memandang diriku dan berkata orang ini kuat dan mampu, sedang belas kasihan bukan untuk mereka yang lamban dan malas. Ibuku melahirkanku atas iradat-Mu; maka, karena Engkau pula aku ada. Mengapa orang meniadakan bagiku makanan yang kucari atas nama-Mu?"

Dan, seketika itu pula air mukanya berubah. Dia bangkit berdiri dan matanya nyalang bagai binatang jalang. Lalu, dari cabang pohon yang mengering dibuatnya tongkat berat. Diacungkannya ke arah tempat di mana ia bekerja dan berteriak, “Aku mencari nafkah dengan peluh keningku namun tiada mendapatkan imbalan yang cukup untuk sekedar menghidupi anak istriku. Kini, aku akan mengambilnya dengan caraku. Telah kuminta makanan atas nama cinta, namun tak seorang pun mendengar diriku. Kini, aku akan mencarinya atas nama kejahatan.

Tahun demi tahun berlalu dan orang itu melakukan apa yang bisa ia lakukan seperti kebanyakan orang melakukannya: membuat kwitansi bodong, tiket pesawat fiktif, biaya maksiat dan segala macam biaya kejahatan ia kerjakan demi kepentingan kesenangan dan merusak tubuh demi memuaskan nafsu makannya. Dia bertambah kaya dan mobil pun kini ia miliki, ia kini tersohor karena kecurangan dan kelicikannya. Dia dicintai di kalangan para koruptor namun ditakuti oleh mereka yang mematuhi hukum. Suatu hari penguasa negeri mengangkatnya sebagai pejabat tinggi, dengan cara itu semua pejabat bawahannya yang dipilih berbicara atas namanya. Dengan demikian uang yang keluar dari kas perusahaan menjadi semakin lancar.

Demikianlah, orang yang salah dalam memberi keteladanan melahirkan para penjahat yang tamak dan menyedihkan, dan kecurangannya mendorong pejabat di bawahnya melakukan hal yang sama, sehingga kesejahteraan pun merembes sampai ke bawah. Memang tak dapat disangkal bahwa di sana telah terjadi kesejahteraan tetapi semua atas nama kejahatan.


Ich erzaehlte Euch meine Gesichichte. Ihr muesst waehlen, jetzt kommt’s drauf an.
Sagt den Leuten: ”gegen der Korruptor muss ein jeder tun, was er kann”

Mochamad Djaelani.


"Kesejahteraan Atas Nama Kejahatan"   |   Dibaca 462 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar