Dalam kelas manajemen seorang dosen bertanya kepada mahasiswanya, “bagaimana caranya kita menetapkan suatu misi?” tentu saja jawabannya macam-macam, ada yang setengah tahu, ada yang seperempat tahu, tetapi sebagian besar blas tidak tahu karena jawabannya nguawur. Tentu saja fenomena seperti ini biasa terjadi dalam suatu sekolah, namanya juga masih belajar. Tetapi bagaimana jika pertanyaan yang sama di tujukan kepada sekelompok senior leader suatu perusahaan? dan jawabannya sama, setengah tahu, seperempat tahu, dan nguawur. Apa yang akan terjadi dengan perusahaan itu? seorang teman mengatakan setengah berdoa, “mudah-mudahan perusahaan ini selalu diberkahi oleh Yang Maha Kuasa.”

Apa yang dapat dilakukan perusahaan dan para senior leader-nya, dapatkah kita menjadi ekselen dalam semalam? tentu saja tidak. Karena itu, saya yakin bahwa saatnya kita perlu masuk ke dalam suatu perenungan, masuk ke dalam dan mengajukan pertanyaan: "Sesungguhnya perusahaan ini apa dan untuk apa sih? Nilai-nilai apa yang akan kita jadikan pegangan hidup dan landasan kerja kita?" Kemudian kita perlu menuliskan jawaban atas pertanyaan itu ke dalam bentuk pernyataan misi, rumusan falsafah perusahaan, atau apalah nama yang hendak kita pakai. Dan yang lebih penting lagi adalah mulai memastikan agar langkah-langkah dan tindakan kita sesuai pernyataan tersebut -bahwa kita senyata-nyatanya hidup dengan nilai-nilai dan falsafah itu, sehingga integritas muncul darinya. Saya yakin bahwa hal itu merupakan awal dari prosesnya. Dan itu merupakan proses yang menuntut keterlibatan setiap orang secara mendalam, seperti konon terjadi di perusahaan Ritz Carlton, di mana para penjaga kebersihan gedung, para pesuruh, para pengelola rumah tangga perusahaan, para sekretaris dan setiap orang lainnya ambil bagian yang sama dalam proses tersebut.

Seorang pemimpin tidak dapat hanya begitu saja mengumumkan pernyataan misi dan menganggap semuanya selesai. Anda tak dapat menurunkannya dari langit. Pernyataan misi itu harus muncul dari kedalaman hati orang-orang Anda. Kalau pernyataan misi itu hanya merupakan paket yang diturunkan dari atas apa lagi jika dipesan dari konsultan, misi akan segera diabaikan orang. Dan itu malah akan menjadi sumber sinisme dalam budaya perusahaan Anda.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Stephen Covey mengatakan, “Mulailah dengan pernyataan misi pribadi Anda. Warisan macam apa yang hendak Anda berikan kepada organisasi atau perusahaan Anda? Warisan apa yang hendak Anda tinggalkan bagi anak-anak Anda? Anda ingin diingat orang sebagai pribadi macam apa? Pribadi dengan integritas yang memberikan sumbangan dan pelayanan yang berarti? Ataukah melulu sebagai orang yang memasang tangga pada tembok untuk sekadar "mencari uang", dan kemudian mendakinya sampai di puncak, dan akhirnya hanya untuk menyadari bahwa tangga itu ternyata bersandar pada tembok yang salah?”


Salam Excellent,

Mochamad Djaelani


"Kontemplasi"   |   Dibaca 246 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar