Dikirim pada 2007-08-09 11:41:39 Oleh admin
Pemerintah meminta PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mengakuisisi sebagian saham PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). Namun, manajemen perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu belum berani mengambil keputusan.
Vice President Marketing & Public Communication Telkom Eddy Kurnia mengakui, pihaknya tengah mengkaji akuisisi INTI dan PT Indonesia Comnet Plus (Icon+) atas permintaan Kementrian BUMN. “Memang ada arahan seperti itu, tapi harus ada tahapannya. Telkom itu perusahaan publik, kami harus lakukan check and recheck, evaluasi, jadi tidak bisa sesederhana itu,†kata dia kepada Investor Daily, Minggu (5/8).
Eddy menuturkan, kajian itu menyangkut aspek komersial, legal, perpajakan, dan sejumlah aspek teknis lainnya. “Meski pada 15 Agustus nanti kami melakukan presentasi, belum tentu itu sesuatu yang final. Kami belum membuat semacam rekomendasi yang bersifat komprehensif,†jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian BUMN meminta PT Telkom mengakuisisi INTI karena kedua perusahaan itu merupakan BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi. Kementerian BUMN menilai kinerja INTI tidak memuaskan dan masih kesulitan keuangan.“Nanti, tanggal 15 Agustus 2007 akan dipresentasikan tentang kajian akuisisi INTI dan Comnet Plus oleh Telkom dan kedua perusahaan yang akan diakuisisi. Kajian telah dilakukan sebulan, baik aspek komersial, hukum (legal), maupun perpajakan,†kata Roes Roes Aryawijaya, deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Telekomunikasi di Jakarta, Jumat (3/8).
INTI didirikan 1974 dengan kepemilikan 100% pemerintah. Perusahaan ini memiliki fasilitas produksi seperti pabrik perakitan telepon, pabrik perakitan transmisi, laboratorium software komunikasi data, dan pabrik konstruksi dan mekanik. Saat ini, INTI memiliki dua anak usaha patungan, yakni PT Inti Pisma Internasional dan PT Inti Pindad Mitra Sejati (IPMS).
PT IPMS adalah perusahaan patungan antara INTI (75%) dan PT Pindad (25%) yang bergerak dalam bidang industri plastik, industri konstruksi baja, civil mechanical electrical (CME) dan perkakas (tools). Sementara itu, PT Inti Pisma Internasional adalah perusahaan patungan antara INTI (22%) dan PT Japan Technologi Indonesia (88%) dalam bidang manufaktur terminal GSM/CDMA.
Pada 2006, INTI mencatat penjualan Rp 629,5 miliar dengan laba bersih Rp 8,6 miliar dan ekuitas Rp 488 miliar. Meski mencatat laba bersih, Kementerian BUMN memasukkan INTI sebagai BUMN yang kurang berkembang. Bahkan, Kementerian BUMN berniat memasukkan INTI dalam sebuah strategic holding bersama BUMN strategis lainnya, seperti PT Krakatau Steel, PT Barata Indonesia, PT LEN Industri, PT Industri Kereta Api, dan PT PAL Indonesia. Nilai ekuitas strategic holding BUMN itu bisa mencapai Rp 12,5 triliun pada 2009 dengan laba bertumbuh 20% per tahun
Untuk mendongkrak kinerja, Dirut INTI Abdul Aziz berambisi menggerakkan kembali sektor manufaktur telekomunikasi itu yang sempat melambungkan perseroan pada 1990-an. "Bila memungkinkan, sektor manufaktur harus dibangkitkan kembali guna memberdayakan potensi nasional," kata dia, beberapa waktu lalu.
Aziz berkeinginan industri manufaktur nasional mengambil porsi signifikan dalam bisnis seluler nasional yang kini tengah tumbuh pesat.
“Dominasi vendor asing dalam industri telekomunikasi saat ini sebagai sebuah tantangan,†jelas dia. Sebaliknya, Roes meminta INTI harus mengubah bisnisnya, yakni dari industri manufaktur ke industri jasa bila Telkom jadi mengambil alih perusahaan itu. “Selama ini, INTI berbisnis telepon rumah, tapi sekarang provider sudah banyak, jadi INTI tidak mungkin melawan, makanya harus diarahkan ke industri jasa, seperti pemeliharaan jaringan,†jelas dia.
Roes menambahkan, jumlah saham INTI yang akan diambilalih Telkom disesuaikan dengan kemampuan keuangan Telkom. “Nanti soal besarannya terserah Telkom, pokoknya yang terpenting ada kerja sama operasi atau apa pun bentuknya supaya INTI menjadi lebih baik,†jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil menyarankan, Telkom membeli Icon+ untuk mempercepat pengembangan anak perusahaan PLN. Namun, Menurut Dirut PLN Eddie Widiono menegaskan, Icon+ merupakan penyedia layanan komunikasi yang menggunakan jaringan listrik. "Kami juga masih optimistis mampu mengembangkan Icon+ meski secara bertahap," kata Eddie.
PT PLN masih mengkaji keiikutsertaan Telkom baik dari segi teknis maupun ekonomis. "Kalau masuknya Telkom membuat nilai menjadi lebih tinggi, kenapa tidak. Tapi, kalau niatnya hanya membunuh persaingan, akuisisi ini banyak ruginya," ujar Eddie.
PT Telkom merupakan perusahaan telekomunikasi yang memiliki layanan lengkap, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini, PT Telkom memberikan layanan telepon tetap kabel maupun nirkabel. Perusahaan ini juga memiliki jaringan seluler melalui PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), jaringan mulitimedia, televisi kabel, dan satelit.
Pertimbangan
Pengamat telekomunikasi Gunawan Wibisono melihat ada dua keadaan yang menjadi pertimbangan dalam rencana pembelian INTI, yakni nasionalisme dan kondisi riil. Dari sisi nasionalisme, pemerintah merasa perlu menyelamatkan INTI yang merupakan satu-satunya perusahaan perangkat telekomunikasi milik Indonesia. “Pemerintah ingin industri telekomunikasi kita berperan lebih besar,†kata dia.
Dari kondisi riil, calon pembeli akan mempertimbangkan dulu kapabilitas INTI sebelum membelinya. Apalagi, Telkom merupakan perusahaan publik sehingga tidak bisa mengeluarkan uang seenaknya untuk keperluan di luar bisnis intinya. Telkom bergerak di jasa telekomunikasi, sedangkan INTI di industri perangkat telekomunikasi. “Sebelum pembelian terjadi, PT Inti harus diaudit dulu,†kata dosen teknik elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia ini.
Untuk memajukan INTI, menurut Gunawan, setidaknya ada dua aspek yang perlu dibenahi, yakni meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan memperbarui perangkat milik INTI yang sudah tua. Selain itu, pemerintah perlu memberikan proteksi ke arah yang baik, misalnya dengan membuat regulasi yang mendukung penggunaan produk dalam negeri.
Dia mencontohkan, Pemerintah Malaysia mengeluarkan regulasi yang mewajibkan perusahaan asing untuk memberikan dana untuk riset kepada perusahaan lokal. Perusahaan asing itu dapat insentif berupa keringanan pajak. “Sayangnya, pemerintah kita membuat regulasi tidak berdasarkan kompetensi,†kata dia.
Hormati Publik
Bila aksi korporasi itu terealisasi, para analis memprediksi, saham PT Telkom akan terdongkrak. Namun, mereka mengingatkan pemerintah dan manajemen PT Telkom agar memperhatikan pemegang saham publik sebelum sebelum berencana mengambil saham perusahaan lain. “Ini bisa menjadi preseden buruk. Karena pemegang saham mayoritas (pemerintah) seharusnya juga menghormati pemegang saham publik,†tegas Suherman Sutikno, kepala Riset Group Batavia Prosperindo.
Suherman mengakui, keputusan Telkom mengakuisisi perusahaan apa pun memang tidak masalah. Setiap aksi korporasi Telkom diperkirakan berdampak positif bagi pergerakan sahamnya. Apalagi, saham Telkom merupakan penggerak indeks dan paling prospektif di Bursa Efek Jakarta (BEJ). “Fair value saham Telkom sekitar Rp 12.000,†tegas dia.
Pada transaksi Jumat (3/8), saham Telkom (TLKM) menguat Rp 50 ke posisi Rp 10.900. Volume transaksi mencapai 10,23 juta saham senilai Rp 112,07 miliar dengan frekuensi 364 kali. “Saham Telkom sangat menjanjikan. Apalagi, saham papan atas di sektor telekomunikasi itu selama ini paling cepat rebound,â€tambah N Jaganathan, analis PT Eficorp Sekuritas.
Eddy Kurnia belum bisa berkomentar banyak tentang dampak akuisisi INTI maupun Icon+. “Kami tidak bisa menilai kedua perusahaan itu karena kajian masih berjalan. Selain itu, sebagai perusahaan terbuka ada prosedur yang harus dijalani apabila akan melakukan action,†tukas dia.
Namun, Eddy Kurnia menegaskan, Telkom tetap membuka kemungkinan untuk menjadi mitra strategis (strategic alliance) bagi INTI maupun Comnet Plus bila konsiderasi bisnis memungkinkan terjadinya aliansit. “Pada dasarnya, kemungkinan untuk itu selalu ada. Tapi pertimbangannya harus benar-benar business-to-business (b to b),†jelas dia.
Kepala Riset Eurocapital Peregrine Securities Poltak Hotradero tidak yakin keputusan mengakuisisi INTI berdampak baik bagi Telkom . Dia tidak melihat akuisisi tersebut nantinya akan menimbulkan suatu sinergi.
Menurut Poltak, perlu dibuktikan dengan jelas bahwa perangkat telekomunikasi INTI mampu bersaing dengan yang lainnya. Pasalnya, selama ini produksi perangkat telekomunikasi dunia didominasi oleh pemain-pemain besar seperti Huawei dari Tiongkok. Perusahaan perangkat telekomunikasi juga membutuhkan modal besar lantaran siklusnya pendek. “Kalau main subsidi-subsidi itu bahaya, karena akan merugikan publik. Meskipun publik hanya 49%, ini berarti kesewenang-wenangan saja,†kata Poltak.
Dia menilai, bila akuisisi ini layak secara bisnis maka tidak masalah. Kejelasan merupakan faktor penting untuk melihat peluang. Selain itu, akuisisi harus didasarkan pada kelayakan investasi. Jika tidak melalui perhitungan bisnis yang matang, itu berarti merugikan pemegang saham lainnya. “Berarti pemerintah melangkahi publik. Mentang-mentang mayoritas lalu bisa seenaknya,†kata Poltak. (c114/ari/art/jn)
Sumber: Investor Daily, 8 Agustus 2007
Vice President Marketing & Public Communication Telkom Eddy Kurnia mengakui, pihaknya tengah mengkaji akuisisi INTI dan PT Indonesia Comnet Plus (Icon+) atas permintaan Kementrian BUMN. “Memang ada arahan seperti itu, tapi harus ada tahapannya. Telkom itu perusahaan publik, kami harus lakukan check and recheck, evaluasi, jadi tidak bisa sesederhana itu,†kata dia kepada Investor Daily, Minggu (5/8).
Eddy menuturkan, kajian itu menyangkut aspek komersial, legal, perpajakan, dan sejumlah aspek teknis lainnya. “Meski pada 15 Agustus nanti kami melakukan presentasi, belum tentu itu sesuatu yang final. Kami belum membuat semacam rekomendasi yang bersifat komprehensif,†jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian BUMN meminta PT Telkom mengakuisisi INTI karena kedua perusahaan itu merupakan BUMN yang bergerak di bidang telekomunikasi. Kementerian BUMN menilai kinerja INTI tidak memuaskan dan masih kesulitan keuangan.“Nanti, tanggal 15 Agustus 2007 akan dipresentasikan tentang kajian akuisisi INTI dan Comnet Plus oleh Telkom dan kedua perusahaan yang akan diakuisisi. Kajian telah dilakukan sebulan, baik aspek komersial, hukum (legal), maupun perpajakan,†kata Roes Roes Aryawijaya, deputi Menneg BUMN Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Telekomunikasi di Jakarta, Jumat (3/8).
INTI didirikan 1974 dengan kepemilikan 100% pemerintah. Perusahaan ini memiliki fasilitas produksi seperti pabrik perakitan telepon, pabrik perakitan transmisi, laboratorium software komunikasi data, dan pabrik konstruksi dan mekanik. Saat ini, INTI memiliki dua anak usaha patungan, yakni PT Inti Pisma Internasional dan PT Inti Pindad Mitra Sejati (IPMS).
PT IPMS adalah perusahaan patungan antara INTI (75%) dan PT Pindad (25%) yang bergerak dalam bidang industri plastik, industri konstruksi baja, civil mechanical electrical (CME) dan perkakas (tools). Sementara itu, PT Inti Pisma Internasional adalah perusahaan patungan antara INTI (22%) dan PT Japan Technologi Indonesia (88%) dalam bidang manufaktur terminal GSM/CDMA.
Pada 2006, INTI mencatat penjualan Rp 629,5 miliar dengan laba bersih Rp 8,6 miliar dan ekuitas Rp 488 miliar. Meski mencatat laba bersih, Kementerian BUMN memasukkan INTI sebagai BUMN yang kurang berkembang. Bahkan, Kementerian BUMN berniat memasukkan INTI dalam sebuah strategic holding bersama BUMN strategis lainnya, seperti PT Krakatau Steel, PT Barata Indonesia, PT LEN Industri, PT Industri Kereta Api, dan PT PAL Indonesia. Nilai ekuitas strategic holding BUMN itu bisa mencapai Rp 12,5 triliun pada 2009 dengan laba bertumbuh 20% per tahun
Untuk mendongkrak kinerja, Dirut INTI Abdul Aziz berambisi menggerakkan kembali sektor manufaktur telekomunikasi itu yang sempat melambungkan perseroan pada 1990-an. "Bila memungkinkan, sektor manufaktur harus dibangkitkan kembali guna memberdayakan potensi nasional," kata dia, beberapa waktu lalu.
Aziz berkeinginan industri manufaktur nasional mengambil porsi signifikan dalam bisnis seluler nasional yang kini tengah tumbuh pesat.
“Dominasi vendor asing dalam industri telekomunikasi saat ini sebagai sebuah tantangan,†jelas dia. Sebaliknya, Roes meminta INTI harus mengubah bisnisnya, yakni dari industri manufaktur ke industri jasa bila Telkom jadi mengambil alih perusahaan itu. “Selama ini, INTI berbisnis telepon rumah, tapi sekarang provider sudah banyak, jadi INTI tidak mungkin melawan, makanya harus diarahkan ke industri jasa, seperti pemeliharaan jaringan,†jelas dia.
Roes menambahkan, jumlah saham INTI yang akan diambilalih Telkom disesuaikan dengan kemampuan keuangan Telkom. “Nanti soal besarannya terserah Telkom, pokoknya yang terpenting ada kerja sama operasi atau apa pun bentuknya supaya INTI menjadi lebih baik,†jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Sofyan A Djalil menyarankan, Telkom membeli Icon+ untuk mempercepat pengembangan anak perusahaan PLN. Namun, Menurut Dirut PLN Eddie Widiono menegaskan, Icon+ merupakan penyedia layanan komunikasi yang menggunakan jaringan listrik. "Kami juga masih optimistis mampu mengembangkan Icon+ meski secara bertahap," kata Eddie.
PT PLN masih mengkaji keiikutsertaan Telkom baik dari segi teknis maupun ekonomis. "Kalau masuknya Telkom membuat nilai menjadi lebih tinggi, kenapa tidak. Tapi, kalau niatnya hanya membunuh persaingan, akuisisi ini banyak ruginya," ujar Eddie.
PT Telkom merupakan perusahaan telekomunikasi yang memiliki layanan lengkap, baik secara langsung maupun tidak langsung. Saat ini, PT Telkom memberikan layanan telepon tetap kabel maupun nirkabel. Perusahaan ini juga memiliki jaringan seluler melalui PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), jaringan mulitimedia, televisi kabel, dan satelit.
Pertimbangan
Pengamat telekomunikasi Gunawan Wibisono melihat ada dua keadaan yang menjadi pertimbangan dalam rencana pembelian INTI, yakni nasionalisme dan kondisi riil. Dari sisi nasionalisme, pemerintah merasa perlu menyelamatkan INTI yang merupakan satu-satunya perusahaan perangkat telekomunikasi milik Indonesia. “Pemerintah ingin industri telekomunikasi kita berperan lebih besar,†kata dia.
Dari kondisi riil, calon pembeli akan mempertimbangkan dulu kapabilitas INTI sebelum membelinya. Apalagi, Telkom merupakan perusahaan publik sehingga tidak bisa mengeluarkan uang seenaknya untuk keperluan di luar bisnis intinya. Telkom bergerak di jasa telekomunikasi, sedangkan INTI di industri perangkat telekomunikasi. “Sebelum pembelian terjadi, PT Inti harus diaudit dulu,†kata dosen teknik elektro Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia ini.
Untuk memajukan INTI, menurut Gunawan, setidaknya ada dua aspek yang perlu dibenahi, yakni meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan memperbarui perangkat milik INTI yang sudah tua. Selain itu, pemerintah perlu memberikan proteksi ke arah yang baik, misalnya dengan membuat regulasi yang mendukung penggunaan produk dalam negeri.
Dia mencontohkan, Pemerintah Malaysia mengeluarkan regulasi yang mewajibkan perusahaan asing untuk memberikan dana untuk riset kepada perusahaan lokal. Perusahaan asing itu dapat insentif berupa keringanan pajak. “Sayangnya, pemerintah kita membuat regulasi tidak berdasarkan kompetensi,†kata dia.
Hormati Publik
Bila aksi korporasi itu terealisasi, para analis memprediksi, saham PT Telkom akan terdongkrak. Namun, mereka mengingatkan pemerintah dan manajemen PT Telkom agar memperhatikan pemegang saham publik sebelum sebelum berencana mengambil saham perusahaan lain. “Ini bisa menjadi preseden buruk. Karena pemegang saham mayoritas (pemerintah) seharusnya juga menghormati pemegang saham publik,†tegas Suherman Sutikno, kepala Riset Group Batavia Prosperindo.
Suherman mengakui, keputusan Telkom mengakuisisi perusahaan apa pun memang tidak masalah. Setiap aksi korporasi Telkom diperkirakan berdampak positif bagi pergerakan sahamnya. Apalagi, saham Telkom merupakan penggerak indeks dan paling prospektif di Bursa Efek Jakarta (BEJ). “Fair value saham Telkom sekitar Rp 12.000,†tegas dia.
Pada transaksi Jumat (3/8), saham Telkom (TLKM) menguat Rp 50 ke posisi Rp 10.900. Volume transaksi mencapai 10,23 juta saham senilai Rp 112,07 miliar dengan frekuensi 364 kali. “Saham Telkom sangat menjanjikan. Apalagi, saham papan atas di sektor telekomunikasi itu selama ini paling cepat rebound,â€tambah N Jaganathan, analis PT Eficorp Sekuritas.
Eddy Kurnia belum bisa berkomentar banyak tentang dampak akuisisi INTI maupun Icon+. “Kami tidak bisa menilai kedua perusahaan itu karena kajian masih berjalan. Selain itu, sebagai perusahaan terbuka ada prosedur yang harus dijalani apabila akan melakukan action,†tukas dia.
Namun, Eddy Kurnia menegaskan, Telkom tetap membuka kemungkinan untuk menjadi mitra strategis (strategic alliance) bagi INTI maupun Comnet Plus bila konsiderasi bisnis memungkinkan terjadinya aliansit. “Pada dasarnya, kemungkinan untuk itu selalu ada. Tapi pertimbangannya harus benar-benar business-to-business (b to b),†jelas dia.
Kepala Riset Eurocapital Peregrine Securities Poltak Hotradero tidak yakin keputusan mengakuisisi INTI berdampak baik bagi Telkom . Dia tidak melihat akuisisi tersebut nantinya akan menimbulkan suatu sinergi.
Menurut Poltak, perlu dibuktikan dengan jelas bahwa perangkat telekomunikasi INTI mampu bersaing dengan yang lainnya. Pasalnya, selama ini produksi perangkat telekomunikasi dunia didominasi oleh pemain-pemain besar seperti Huawei dari Tiongkok. Perusahaan perangkat telekomunikasi juga membutuhkan modal besar lantaran siklusnya pendek. “Kalau main subsidi-subsidi itu bahaya, karena akan merugikan publik. Meskipun publik hanya 49%, ini berarti kesewenang-wenangan saja,†kata Poltak.
Dia menilai, bila akuisisi ini layak secara bisnis maka tidak masalah. Kejelasan merupakan faktor penting untuk melihat peluang. Selain itu, akuisisi harus didasarkan pada kelayakan investasi. Jika tidak melalui perhitungan bisnis yang matang, itu berarti merugikan pemegang saham lainnya. “Berarti pemerintah melangkahi publik. Mentang-mentang mayoritas lalu bisa seenaknya,†kata Poltak. (c114/ari/art/jn)
Sumber: Investor Daily, 8 Agustus 2007