Setiap orang dapat tampil cemerlang ketika matahari sedang cerah, tetapi badailah yang menguji karakter seseorang atau suatu organisasi. Apabila perusahaan memiliki budaya perusahaan yang
ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, badai itu dapat diibaratkan sebagai vaksin cacar air. Dia malah memicu kekebalan, sehingga orang-orang di dalam budaya perusahaan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi itu saling mendukung dan bahu membahu untuk menghadapi kesulitan tersebut secara sinergis, dan tidak saling memisahkan diri dan menjadi terkotak-kotak.
Tetapi, kalau budaya perusahaan ditandai dengan tingkat kepercayaan yang rendah, dan perusahaan menghadapi saat-saat yang sulit, orang-orang dalam perusahaan akan saling tuduh-menuduh, membunuh karakter pihak lain, cari muka, menjadikan serikat pekerja sebagai musuh bersama dan mungkin saling berlisih lewat jalur hukum. Mereka bilang, "Persetan dengan semuanya ini, yang penting gua bisa SPJ tiap hari", dan membuang prinsip-prinsip keluar jendela. ltulah yang terjadi apabila perusahaan memiliki tingkat kepercayaan yang rendah di antara orang-orangnya, sementara berbagai tekanan dan desakan di dalam organisasi tinggi. Itulah yang terjadi apabila perusahaan memiliki budaya yang berpusatkan pada prinsip yang sebenarnya tak lebih daripada sekadar kosmetik.

Sebaliknya, apabila perusahaan memiliki budaya yang senyata-nyatanya memang berpusatkan pada prinsip-prinsip yang benar, saat-saat sulit justru menunjukkan betapa unggulnya prinsip-prinsip yang benar yang menjadi acuan dalam perusahaan.

“Kalau gitu apa yang dimaksud dengan prinsip?”

”Prinsip adalah sesuatu yang harus dilakukan, yang kebenarannya telah teruji, misalnya perusahaan harus mempunyai ”tujuan yang jelas” Tujuan yang jelas adalah prinsip, karena kalau tujuan tidak jelas maka setiap karyawannya bingung dan akhirnya akan bertindak sendiri-sendiri”

”Siapa yang harus membuat tujuan perusahaan itu?”

”Ya tentu mereka yang digaji paling tinggi.”

” Apakah setiap fungsi organisasi yang ada di perusahaan mempunyai prinsip-prinsip yang harus dianut dalam menjalankan tugas pokoknya?”

”Tentu saja, setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki prinsip, karena ”prinsip” dalam ilmu pengetahuan merupakan salah satu syarat ’pengetahuan’ menjadi ’ilmu pengetahuan’.”

”Kalau gitu banyak sekali prinsip-prinsip yang harus kita ketahui?”

”Ya, tapi Anda tidak perlu menguasai seluruh prinsip-prinsip, cukup yang Anda perlukan dalam menjalankan tugas pokok Anda. –misalnya, jika Anda kerja pada fungsi Internal Audit (IA), maka Anda harus memahami Sistem Pengendalian Manajemen (SPM), ini adalah prinsip. Dalam SPM ada komponen-komponen: kebijakan, organisasi, prosedur, perencanaan, SDM, dan sistem pelaporan. Dalam komponen-komponen ini terkandung juga prinsip.”

” Wah kalau gitu berat juga dong kerja di IA, harus banyak ilmunya.”

”Karena itu, hanya orang-orang cerdaslah yang ditempatkan di sana, mereka adalah orang-orang pembelajar dan berpengalaman yang diambil dari unit lain.”

” Lalu bagaimana kalau ada orang yang dikeluarkan dari unit IA?”

”Ada dua kemungkinan. Pertama mereka ditugaskan sebagai agen perubahan (change agent) untuk memperbaiki organisasi, kebijakan, sistem dan prosedur, perencanaan dan sistem pelaporan di unit yang baru. Kedua, mungkin tidak perform –dibanyak perusahaan ini jarang terjadi.”

”Wah..wah rupanya Anda banyak mengetahui tentang prinsip-prinsip kerja di IA, apakah Anda pernah di sana?”

” Tidak, pengetahuan yang saya miliki hanyalah kulit-kulitnya saja. Kenapa saya tahu?, ini adalah pengalaman di masa lalu ketika saya diminta untuk pindah ke IA, saya menolak karena setelah saya pelajari, wow berat banget, perlu pengetahuan yang banyak.”

”Jadi Anda mengantisipasi setiap apa yang akan terjadi pada diri Anda?”

”Ya, begitulah”

”Dalam kehidupan Anda yang seperti itu, tentunya Anda mempunyai prinsip penting yang Anda anut, dapatkah Anda ceritakan?”

”Saya berusaha melihat hidup ini sederhana saja, jika kita bertemu dengan tukang telor, bicaralah tentang telor. Jika kita bertemu tukang terigu, bicaralah tentang gandum. Jika kita bertemu dengan tukang sayur, bicara tentang pasar Caringin. Dengan demikian kita bisa mendapatkan banyak ilmu tentang kehidupan.”

”Bagaimana jika Anda bertemu dengan tukang telor, tukang sayur, dan tukang terigu sekaligus, apa yang akan bicarakan?”

” Kita bisa bicara tentang martabak.”

” Sangat menarik, tetapi saya belum mendapatkan suatu kesimpulan tentang cerita Anda berkaitan dengan prinsip yang dimaksud. Mungkin Anda dapat merumuskan prinsip Anda dalam satu kata atau satu kalimat?”

”Sharpen the saw ”

”Apa maksudnya?”

“Artinya pertajam gergaji. Jika Anda bekerja dengan gergaji tumpul, maka perlu waktu yang lama dan melelahkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan penggergajian, tetapi jika kita bisa meluangkan waktu untuk beristirahat barang sejenak dan sambil mengasah gergaji, maka pekerjaan berikutnya akan jauh lebih cepat dan menyenangkan.”

“Menurut Anda banyak prinsip-prinsip yang perlu diketahui, bagaimana prinsip Anda itu -sharpen the saw- mendapatkan prinsip lainnya yang sangat banyak?”

“Dalam prinsip ‘sharpen the saw’ terkandung tiga prinsip utama, yaitu:
1. Belajar,
2. Belajar,dan
3. Belajar.

Dengan belajar kita akan menemukan prinsip-prinsip lainnya. Dengan belajar kita bisa membedakan di mana EFAS dan IFAS digunakan dan untuk apa. Dengan belajar kita bisa memahami apa yang kita tulis.”

“Kalau gitu, bisa kita simpulkan bahwa masa sulit ini yang kita hadapi terjadi karena kita tidak menerapkan prinsip-prinsip dengan benar.”

“Bukan belum menerapkan, tetapi kita tidak tahu bahwa setiap kegiatan itu ada ilmunya, dengan mengetahui ilmunya kita akan tahu prinsip-prinsipnya.”

Salam Pengetahuan,
Mochamad Djaelani




"Prinsip dalam Menghadapi Saat Sulit"   |   Dibaca 452 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar