Tulisan ini bukan untuk mengajari bebek berenang, tetapi hanya ingin memberikan jawaban atas rapat-rapat/diskusi jalanan yang sering mempertanyakan kepemimpinan di perusahaan ini. Salah satunya adalah pertanyaan yang menjadi diskusi hangat kemarin petang di lobby setelah ngetok absen, apakah pemimpin kita punya karisma? Kami pun tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi, sehingga hal ini menjadi topik diskusi yang menarik bagi kawan-kawan.
Terlepas dari apa yang menjadi latar belakang masalah diskusi-diskusi jalanan, kami tertarik untuk berbagi pengetahuan tentang karisma kaitannya dengan kepemimpinanan yang efektif. Untuk menjawab ini, kami mencoba untuk merumuskan masalah sebagai berikut: 1).Apa yang dimaksud dengan karisma? 2). Benarkah karisma mempengaruhi keberhasilan dalam mentranformasikan perubahan? Dan berikut ini adalah tulisan hasil penelusuran referensi kami..

Menurut Jaffrey A. Kramers, salah satu yang harus dimiliki oleh pimpinan hebat adalah gen kepemimpinan evangelis (pendakwah). Ciri khas ini jangan disamakan dengan apa yang disebut banyak orang sebagai karisma. Hal itu sangat penting. Pakar manajemen Peter Drucker menyatakan bahwa kepemimpinan efektif hampir tidak ada kaitannya dengan karisma. Drucker menulis, "Kepemimpinan efektif tidak tergantung pada karisma. Dwight Eisenhower, George Marshall, dan Harry Truman adalah pemimpin yang sangat efektif namun mereka sama sekali tidak berkarisma." Ia menambahkan bahwa kepemimpinan bersifat "rutin, tidak romantis, dan membosankan". Jim Collins, rekan penulis buku Built to Last dan Good to Great, membenarkan penilaian Drucker, dengan menyatakan bahwa "gaya high-profile dan karismatik sama sekali tidak dibutuhkan untuk berhasil membentuk sebuah perusahaan yang visioner."

Apa yang membedakan antara evangelisme (kemampuan berdakwah) dan karisma? American Heritage Dictionary mendefinisikan evangelical sebagai "bercirikan semangat berapi-api atau semangat juang; sangat antusias". Kamus yang sama mengartikan charisma dengan dua cara. Definisi pertama adalah "mutu kepribadian langka para pemimpin yang mampu membangkitkan pengabdian dan semangat publik yang tinggi". Yang kedua (atau definisi b) adalah "daya tarik pribadi, atau pesona".

Drucker dan Collins mengacu kepada definisi "daya tarik" ketika mereka menyatakan bahwa karisma tidak dibutuhkan untuk kepemimpinan yang efektif. Para pemimpin yang ditulis di sini, menurut beberapa referensi tidak ada sosok dengan daya tarik pribadi yang melampaui perkiraan. Sebaliknya, definisi yang menyatakan membangkitkan "pengabdian dan semangat publik" memang terlihat relevan. Kenyataannya, itulah gambaran yang paling sesuai untuk para pemimpin yang disebut dalam tulisan ini.

Pemimpin yang disebut dalam tulisan ini adalah evangelis sekuler. Tanpa perkecualian, mereka menunjukkan "semangat berapi-api atau semangat juang" untuk pekerjaan mereka, perusahaan mereka, dan tujuan mereka. Masing-masing memiliki semangat membara yang membantu membangkitkan semangat orang lain. Mereka sangat meyakini gagasan, produk, atau proses tertentu, dan mampu memanfaatkan jabatan strategis mereka untuk secara efektif menyebarluaskan "kotbah" mereka.

Ciri khas evangelis itu tidak berhubungan dengan daya tarik pribadi dan sangat berkaitan dengan pengabdian atau komitmen kepada tujuan atau gagasan. Bahkan sebuah penelitian sambil lalu terhadap catatan para pemimpin tersebut memperlihatkan bukti semangat juang mereka. Misalnya, Lou Gerstner tidak dianggap pribadi memesona oleh orang di sekelilingnya, namun ia benar-benar menunjukkan sifat evangelisnya ketika harus mengubah pola pikir perusahaan. Ia sangat terfokus kepada tujuan mengembalikan perspektif dari-luar-ke-dalam.

Ketika David Glass ditanya apakah "bersifat evangelis" merupakan gambaran yang sesuai untuk Sam Walton, dengan mantap ia menjawab, "Ia mungkin orang yang paling sesuai untuk menerima julukan itu di antara semua orang yang saya kenaI. Sebutan itu benar-benar menggambarkan Sam." Ia menambahkan, "Secara strategis, Anda bisa membuat keputusan hebat, namun hal itu tidak akan banyak membantu jika Anda tidak memiliki pemimpin yang mengilhami dan karismatik. Dan saya telah melihat banyak bisnis yang dibangun di atas salah satu di antara keduanya. Anda harus memiliki keduanya jika ingin memiliki perusahaan yang hebat. Dan itu yang kebetulan kami miliki di Wal-Mart."

Harus dicatat bahwa Walton, seperti sebagian besar pemimpin lain adalah pendiri perusahaannya. Ketika Glass mengacu kepada membangun bisnis yang hebat, ia mengacu kepada memulainya. Begitu sebuah perusahaan berdiri, sifat evangelis sang pendiri tidak lagi terlalu penting. Seperti yang dikatakan oleh Glass, begitu sang pendiri pergi, perusahaannya mampu mengikuti prinsip dan filosofinya, dan terus menggunakannya sebagai landasan perkembangan bisnis mereka. Namun ketika perusahaan menemui halangan dalam perjalanannya dan hal itu terjadi pada setiap perusahaan, cepat atau lambat kepemimpinan, evangelis sekali lagi menjadi penting bagi keberhasilan perusahaan.

Herb Kelleher adalah pemimpin lain yang pantas disebut sangat antusias, meski pendekatannya yang tidak umum terhadap kepemimpinan -sejak hari pertamanya di Southwest- membedakannya dari para eksekutif perusahaan besar lain. (Buku laris yang ditulis tentang dirinya dengan hangat diberi judul Nuts.) Namun, seperti Sam Walton dari Wal-Mart, Kelleher memiliki komitmen yang sangat besar untuk, membentuk budaya kemasyarakatan di antara pelanggan dan karyawan.

Pada awal tahun 2002, ia memberikan nasihat berikut:
”Jangan menggunakan lamunan "laba" sebagai tujuan Anda ketika berhubungan satu dengan yang lain dan dengan masyarakat. Sebaliknya, pusatkan perhatian kepada Layanan Pelanggan internal maupun eksternal, agar Pelanggan merasa senang dan kembali, yang, tentu saja, merupakan kunci bagi perolehan laba, terutama dalam keadaan ekonomi yang sulit.”

Ia juga menulis bahwa Southwest beberapa kali mengorbankan, dengan pertimbangan mendalam, tingkat laba jangka pendek untuk mempertahankan keamanan pekerjaan dan kehidupan Karyawan kami.

Seperti semua pemimpin yang kuat, Kelleher mempraktikkan apa yang ia khotbahkan. Setiap orang yang pernah naik penerbangan Southwest tahu bahwa penerbangan itu memberikan pengalaman yang berbeda, dibandingkan penerbangan komersial lain. Lelucon dan humor menyegarkan terdengar saat makanan disajikan dan saat menunjukkan tempat duduk. Selama bertahun tahun, penerbangan itu menggunakan metode yang tidak konvensional untuk menciptakan pengalaman terbang unik bagi pelanggannya, dan Kelleher memimpin perubahan itu. Selama tiga dasawarsa ia membentuk budaya Southwest yang menjadikannya salah satu ciri khas penerbangan itu, dan menurut Kelleher, itulah salah satu aset utama perusahaan yang tidak dapat ditiru.

Gaya Jack Welch berbeda dari Walton atau Kelleher, meski tidak diragukan dia juga memiliki kecenderungan sebagai evangelis. Khususnya, Welch menunjukkan antusiasme besar untuk prakarsa pertumbuhan GE. Ketika menjelaskan alasan semangatnya yang begitu besar untuk program perusahaan seperti Six Sigma (program mutu berdasar statistik yang ia terapkan pada tahun 1996), ia mengatakan, "Orang tidak boleh setengahsetengah" untuk hal seperti itu. Orang harus "berani gila", lanjutnya, dan ia menambahkan bahwa para pemimpin Six Sigma "mengubah DNA budaya GE".

Dengan demikian Welch sangat berkomitmen kepada Six Sigma, dan keberhasilan prakarsa tersebut menjadi bagian dari warisannya. Ia tidak pernah berhenti mengomunikasikan pesannya, dan ia menggunakan setiap senjata yang ia miliki untuk menyampaikan hal itu (semua mulai dari e-mail perusahaan sampai mengubah daftar nilai GE untuk menyertakan prakarsa mutu itu). Seperti pemimpin lain -yang ada dalam tulisan ini- Welch mendukung kata-katanya dengan tindakan. Ia menjadikan pelatihan Six Sigma sebagai kegiatan wajib bagi semua karyawan profesional, dan ia juga menjadikan 40 persen bonus manajer seniornya tergantung pada keberhasilan program tersebut.

Welch memiliki kemampuan untuk menggerakkan ratusan ribu karyawan GE secara fundamental mengubah cara kerja mereka. Begitu ia menyetujui sebuah konsep atau prakarsa, ia mampu menggunakan sistem operasi GE untuk menyebarluaskannya ke berbagai macam bisnis GE. Dan yang memicu semua itu adalah komitmen Welch terhadap gagasan atau program yang menurutnya akan memperkuat posisi daya saing GE. Tujuan yang ia nyatakan adalah menjadikan GE sebagai perusahaan yang paling berdaya saing -jelas sebuah pemyataan evangelis yang dirancang untuk membuat orang lain memiliki komitmen terhadap sebuah hasrat yang memotivasi.

Welch mengatakan bahwa pemimpin terbaik adalah orang yang dapat menyatakan sebuah visi dan membuat orang lain bersedia melaksanakannya. Keempat "E" kepemimpinannya, yang menurutnya merupakan kunci kepemimpinan efektif, adalah "energy" (semangat), "energize" (menyemangati), "edge" (keunggulan), dan "execute" (melakukan). Dalam Welch's Authentic Leadership Model, yang menjadi pendahulu keempat E, ia memasukkan ciri khas kesuksesan berikut: "komunikator yang baik", "pembangun tim", "menyemangati orang lain", "memiliki semangat yang menular", dan "merasa senang melakukannya".

Pada pertengahan tahun 1980-an, seperti telah disebutkan di atas, Andy Grove dan tim manajemen seniornya harus mengubah seluruh fokus perusahaan dari memory chips menjadi microprocessor. Itu tugas yang sangat besar. Hal itu tidak mungkin terlaksana tanpa adanya kemampuan evangelis Grove untuk meyakinkan yang lain bahwa ia memimpin mereka menuju jaIan yang benar meski dia sendiri tidak begitu yakin. Kata Grove, "Anda harus berpura-pura 100 persen yakin. Anda harus bertindak; Anda tidak boleh ragu-ragu atau mengurangi risiko Anda. Jika Anda tidak total, tindakan Anda akan gagal."

Masing-masing dari pemimpin di atas ini memiliki kelebihan berupa semangat membara yang menular. Masing-masing mampu menentukan arah strategis dan menggunakan "semangat berapi-api atau semangat juang" untuk membuat orang bekerja bagi pencapaian tujuan perusahaan, bukan daya tarik pribadi/pesona atau karisma. Meskipun demikian seseorang yang memiliki karisma dan disadarinya maka ini akan menjadi modal dasar untuk bisa membangkitkan semangat yang menular para pengikutnya.

Pertanyaan diskusi:
1. Adakah diantara kita –tingkat Direksi, eselon 1, di bawah eselon 1- yang memiliki karisma?
2. Adakah diantara kita –tingkat Direksi, eselon 1, di bawah eselon 1- yang memiliki gen kepemimpinan evangelis?
3. Jika ada, tentu kita harus mendukungnya untuk bisa memimpin perusahaan ini, tetapi jika tidak ada, apa yang akan terjadi dengan perusahaan ini?



Bandung, 16 Pebruari 2007


"Apakah Pimpinan Kita Punya Karisma?"   |   Dibaca 415 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar