Dikirim pada 2003-02-13 12:02:50 Oleh Admin
PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti) salah satu BUMN yang bergerak di bidang manufacturing dan engineering khususnya telekomunikasi kini tengah kekurangan oksigen sehingga nafas perusahaan tersebut tengah megap-megap.Berdasarkan laporan keuangan yang belum dipublikasikan pada tahun 2002, perusahaandiperkirakan akan menanggung kerugian karena anjloknya penjualan yang mencapai 50% sampai 60% lebih, terutama dari dua unit bisnis strategis, yakni bidang manifakturdan SBU Customer Premises Equipment (CPE).
PT Inti yang pernah meraih kejayaannya beberapa tahun lalu. bahkan sampai 2001 masih membukukan keuntungan Rp 46,3 miliar lebih itu, kini tengah didera persoalan keuangan yang cukup serius akibat berbagai kegagalan bisnis melalui anak perusahaan maupun induknya yang menyebabkan BUMN terbaring sakit di BPPN.
Selain itu kegagalan PT Inti dalam memperoleh tender proyek 1,6 juta SST fixed wireless (CDMA) dari PT Telkom telah memperburuk kinerja perusahaan, meski kasak-kusuknya pejabat di PT Inti tengah sibuk melobi agar PT Inti menjadi subkontraktor pemenang tender.
sebenarnya kembang-kempisnya PT Inti itu sudah dimulai tampak sejak anak perusahaannya berguguran satu demi satu karena terlilit utang atau gagal dalam pencapaian bisnisnya sehingga menyeret PT Inti sebagai induknya masuk kamar ICU BPPN. Padahal dalam publikasi keuangannya 2001 PT Inti termasuk perusahaan sehat.
misalnya PT Primasel yang merugi sampai US$17 juta, kemudian PT Maleo yang kehilangan uanngnya lebih dari 40 miliar akibat bisnisnya macet, terlepas dari persoalan politik pada waktu itu. Malah nasib sama juga menimpa Alcatel Cable yang mati prematur. Bebarapa perusahaan lainnya yang juga memiliki nasib sama meski uangnya sempat terselamatkan seperti PT DSTP serta PT Indosel. Belum lagi Menhub tidak akan memperpanjang izin prinsip bagi pemegang lisensi Digital Cellular Service (DCS) 1800 yang belum beroperasi.
Menurut sumber Bisnis, kegalauan PT Inti dalam menghadapi persaingan usaha tersebut semakin diperparah dengan maraknya konflik internal antara pekerja dan manajemen yang telah memperlemah kekuatan PT Inti sebenarnya.
Meski memang ada pembelaan dari sejumlah orang di PT Inti bahwa guncangan di sektor industri telekomunikasi tidak hanya menimpa PT Inti semata, melainkan juga dampak dari gelombang kontraksi industri telekomunikasi dunia seperti yang menimpa pada Siemens, Ericsson, Alcatel, KPN, Worlldcom dan lainnya yang terjerat uatang miliaran dolar.
Kecemasan itu sendiri makin meningkat setelah sejumlah pegawai disana menganalisis arah yang ditempuh PT Inti menempuh kegamangan dalam bisnis.
Bila PT Inti mengambil posisi sebagai industri maka terbentur aset yang mereka miliki berupa mesin-mesin tua yang pernah terendam banjir. Kalaupun memposisikan diri sebagai pedagang, apa yang mesti diperdagangkan? Mulai olengnya PT Inti dalam bisnis infrastruktur telekomunikasi tersebut dimulai setelah PT telkom pada tahun lalu menerapkan pertumbuhan nol persen untuk infrastruktur telepon tetap karena berbagai alasan.
Akibatnya PT Inti yang memasok perangkat keras semacam public switching ke Telkom ikut terguncang, dimana penjualan terus merosot tajam dari tahun ke tahun, sementara strategi bisnis unit yang lainnya belum mampu menyaingi produk public switching.
Batu Sandungan
Malah ketika Telkom melakukan pembangunan kembali infrastrukturnya yang sempat tertunda ternyata peluang pasar itu sudah bergeser tajam. Dimana arus globalisasi dan keinginan Telkom untuk menerima kontraktor bonafid menjadi batu sandungan PT Inti meraih penjualan kembali seperti waktu lalu ke Telkom. Contohnya mundurnya PT Inti dalam tender proyek 1,6 juta SST fixed wireless (CDMA) dari PT Telkom karena ketidakmampuan finansial serta teknologi, sementara pesaingnya berasal dari kontraktor besar dari berbagai negara, seperti Samsung, hyundai, Siemens dan lainnya.
Proyek T21 dari Telkom tersebut sebenarnya diharapkan bisa memasok oksigen baru ke PT Inti yang tengah megap-megap, tetapi apa daya bila pembayarannya dilakukan 5 tahun kemudian. Kemungkinan besar sebelum proyek itu selesai PT Inti sudah koma. Apalagi persoalan ke BPPN yang masih belum tertuntaskan meski pihak BPPN telah memberikan diskon lumayan besar, namun apa daya dana unuk melunasinyapun tidak ada. Malah kebijakan manajemen untuk memangjas 500 karyawannya atau sekitar 45% dari 1100 orang harus dilakukan meski mereka menempuh cara yang cukup elegan berupa PHK sukarela. Untuk itu, BUMN itu akan menyelenggarakan anggaran mencapai 60 miliar.
Bila melihat kondisi penjualan pada tahun 2002 yang merealisasinya sampai dengan oktober baru mencapai 54,09% dari prognosa, maka kalangan manajemen pesimis bila perusahaan bisa mencapai prognosa penjualan sebesar Rp 292,96 miliar lebih dari lima SBU.
Hal itu karena masih rendahnya perolehan kontrak sampai Oktober 2002 yang baru mencapai 60,61% dan secara nominal untuk mendukung prognosa penjualan harus diperoleh minimal kontrak baru senilai Rp 20,99 miliar. Apabila total penjualan PT Inti tidak tercapai sesuai dengan prognosa dan asumsi biaya yang dikeluarkan sama dengan prognosa maka sudah diperkirakan BUMN ini akan menelan kerugian menyakitkan.
Dan persoalannya bukan hanya di kinerja keuangan melainkan juga kemelut pada visi dan strategi bisnis PT Inti kedepannya. Apakah PT Inti akan masih bergulat di sektor ini dengan segala keterbatasannya atau akan melakukan banting stir dengan resiko bernasib sama dengan anak perusahannya.
Tetapkan misi
Menghadapi kemelut bisnis yang brat tersebut, PT Inti sebenarnya sudah menetapkan misi yang akan dicapai yaitu to be back bone for the develovment of in infocom in Indonesian dengan visi bring info tone to your life.
Dengan misi dan visi semacam itu dibutuhkan kreativitas yang tinggi dari semua jajaran PT Inti dengan memberikan harapan sepanjang masa untuk terus tumbuh bersama perkembangan jaman. Untuk merealisasikan misi dan visi bisnis tersebut PT Inti telah melakukan berbagai manuver untuk memperbaiki kinerja usaha seperti SBU Customer Premium Equipment (CPE) yang saat ini sedangbgiat menggarap smart phone yang diharapkan bisa mendongkrak penjualan PT Inti di kemudian hari.
Juga road show PT Inti ke beberapa Divre PT Telkom. Hasilnya memang belum menggembirakan. Namun ada sinyal positif dari Divre VII agar proyek perusahaan tersebut bisa menggarap proyek bidang Islims, IM3 Protocol Analizer dan Rectifier, dimana diperkirakan tahun 2003 ada sekitar 118 lokasi yang membutuhkan perangkat tersebut. Belum lagi dengan adanya rencana konsorsium para Gubernur Sumatra yang akan membangun berbagai kepentingan infrastruktur, termasuk telekomunikasi yang diberi nama Sumatera 2000.
Dalam program tersebut akan diterapkan pola bisnis build operate & own yang semuanya merupakan lahan dan potensi bisnis PT Inti yang menjanjikan sebab di wilayah itu yang termasuk kekuasaan Divre I masih ada 270 dari 556 kecamatan yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi. Kemudian PT Inti juga dapat berpartisipasi dalam proyek CDMA di Aceh, VBI-net dalam proyek Batam Intelegent Island dan Internet Public Phone, serta kemungkinan kerja sama suplai kabel fix wireless terminal dan kabel modem untuk produk Divre I senacam e-government, e-justice, e-custom, dan e-police.
Namun bagaimanapun juga semuanya terpulang ke manajemen PT Inti, sebab BUMN ini didirikan bukan untuk mati melainkan untuk berkembang.
Sehingga kepemimpinan John Wellly sebagai presdir akan mendapat tantangan kuat, apakah mau mati atau memandang penurunan penjualan 2002 sebagai keberhasilan yang tertunda?
Catatan :
- PT. Primasel tidak sanggup membayar hutang pembelian barang dan jasa kepada PT. INTI.
- Pada proyek T21, PT. INTI berpartner dengan Hyundai dan mengalami kekalahan dalam bidang finansial.
PT Inti yang pernah meraih kejayaannya beberapa tahun lalu. bahkan sampai 2001 masih membukukan keuntungan Rp 46,3 miliar lebih itu, kini tengah didera persoalan keuangan yang cukup serius akibat berbagai kegagalan bisnis melalui anak perusahaan maupun induknya yang menyebabkan BUMN terbaring sakit di BPPN.
Selain itu kegagalan PT Inti dalam memperoleh tender proyek 1,6 juta SST fixed wireless (CDMA) dari PT Telkom telah memperburuk kinerja perusahaan, meski kasak-kusuknya pejabat di PT Inti tengah sibuk melobi agar PT Inti menjadi subkontraktor pemenang tender.
sebenarnya kembang-kempisnya PT Inti itu sudah dimulai tampak sejak anak perusahaannya berguguran satu demi satu karena terlilit utang atau gagal dalam pencapaian bisnisnya sehingga menyeret PT Inti sebagai induknya masuk kamar ICU BPPN. Padahal dalam publikasi keuangannya 2001 PT Inti termasuk perusahaan sehat.
misalnya PT Primasel yang merugi sampai US$17 juta, kemudian PT Maleo yang kehilangan uanngnya lebih dari 40 miliar akibat bisnisnya macet, terlepas dari persoalan politik pada waktu itu. Malah nasib sama juga menimpa Alcatel Cable yang mati prematur. Bebarapa perusahaan lainnya yang juga memiliki nasib sama meski uangnya sempat terselamatkan seperti PT DSTP serta PT Indosel. Belum lagi Menhub tidak akan memperpanjang izin prinsip bagi pemegang lisensi Digital Cellular Service (DCS) 1800 yang belum beroperasi.
Menurut sumber Bisnis, kegalauan PT Inti dalam menghadapi persaingan usaha tersebut semakin diperparah dengan maraknya konflik internal antara pekerja dan manajemen yang telah memperlemah kekuatan PT Inti sebenarnya.
Meski memang ada pembelaan dari sejumlah orang di PT Inti bahwa guncangan di sektor industri telekomunikasi tidak hanya menimpa PT Inti semata, melainkan juga dampak dari gelombang kontraksi industri telekomunikasi dunia seperti yang menimpa pada Siemens, Ericsson, Alcatel, KPN, Worlldcom dan lainnya yang terjerat uatang miliaran dolar.
Kecemasan itu sendiri makin meningkat setelah sejumlah pegawai disana menganalisis arah yang ditempuh PT Inti menempuh kegamangan dalam bisnis.
Bila PT Inti mengambil posisi sebagai industri maka terbentur aset yang mereka miliki berupa mesin-mesin tua yang pernah terendam banjir. Kalaupun memposisikan diri sebagai pedagang, apa yang mesti diperdagangkan? Mulai olengnya PT Inti dalam bisnis infrastruktur telekomunikasi tersebut dimulai setelah PT telkom pada tahun lalu menerapkan pertumbuhan nol persen untuk infrastruktur telepon tetap karena berbagai alasan.
Akibatnya PT Inti yang memasok perangkat keras semacam public switching ke Telkom ikut terguncang, dimana penjualan terus merosot tajam dari tahun ke tahun, sementara strategi bisnis unit yang lainnya belum mampu menyaingi produk public switching.
Batu Sandungan
Malah ketika Telkom melakukan pembangunan kembali infrastrukturnya yang sempat tertunda ternyata peluang pasar itu sudah bergeser tajam. Dimana arus globalisasi dan keinginan Telkom untuk menerima kontraktor bonafid menjadi batu sandungan PT Inti meraih penjualan kembali seperti waktu lalu ke Telkom. Contohnya mundurnya PT Inti dalam tender proyek 1,6 juta SST fixed wireless (CDMA) dari PT Telkom karena ketidakmampuan finansial serta teknologi, sementara pesaingnya berasal dari kontraktor besar dari berbagai negara, seperti Samsung, hyundai, Siemens dan lainnya.
Proyek T21 dari Telkom tersebut sebenarnya diharapkan bisa memasok oksigen baru ke PT Inti yang tengah megap-megap, tetapi apa daya bila pembayarannya dilakukan 5 tahun kemudian. Kemungkinan besar sebelum proyek itu selesai PT Inti sudah koma. Apalagi persoalan ke BPPN yang masih belum tertuntaskan meski pihak BPPN telah memberikan diskon lumayan besar, namun apa daya dana unuk melunasinyapun tidak ada. Malah kebijakan manajemen untuk memangjas 500 karyawannya atau sekitar 45% dari 1100 orang harus dilakukan meski mereka menempuh cara yang cukup elegan berupa PHK sukarela. Untuk itu, BUMN itu akan menyelenggarakan anggaran mencapai 60 miliar.
Bila melihat kondisi penjualan pada tahun 2002 yang merealisasinya sampai dengan oktober baru mencapai 54,09% dari prognosa, maka kalangan manajemen pesimis bila perusahaan bisa mencapai prognosa penjualan sebesar Rp 292,96 miliar lebih dari lima SBU.
Hal itu karena masih rendahnya perolehan kontrak sampai Oktober 2002 yang baru mencapai 60,61% dan secara nominal untuk mendukung prognosa penjualan harus diperoleh minimal kontrak baru senilai Rp 20,99 miliar. Apabila total penjualan PT Inti tidak tercapai sesuai dengan prognosa dan asumsi biaya yang dikeluarkan sama dengan prognosa maka sudah diperkirakan BUMN ini akan menelan kerugian menyakitkan.
Dan persoalannya bukan hanya di kinerja keuangan melainkan juga kemelut pada visi dan strategi bisnis PT Inti kedepannya. Apakah PT Inti akan masih bergulat di sektor ini dengan segala keterbatasannya atau akan melakukan banting stir dengan resiko bernasib sama dengan anak perusahannya.
Tetapkan misi
Menghadapi kemelut bisnis yang brat tersebut, PT Inti sebenarnya sudah menetapkan misi yang akan dicapai yaitu to be back bone for the develovment of in infocom in Indonesian dengan visi bring info tone to your life.
Dengan misi dan visi semacam itu dibutuhkan kreativitas yang tinggi dari semua jajaran PT Inti dengan memberikan harapan sepanjang masa untuk terus tumbuh bersama perkembangan jaman. Untuk merealisasikan misi dan visi bisnis tersebut PT Inti telah melakukan berbagai manuver untuk memperbaiki kinerja usaha seperti SBU Customer Premium Equipment (CPE) yang saat ini sedangbgiat menggarap smart phone yang diharapkan bisa mendongkrak penjualan PT Inti di kemudian hari.
Juga road show PT Inti ke beberapa Divre PT Telkom. Hasilnya memang belum menggembirakan. Namun ada sinyal positif dari Divre VII agar proyek perusahaan tersebut bisa menggarap proyek bidang Islims, IM3 Protocol Analizer dan Rectifier, dimana diperkirakan tahun 2003 ada sekitar 118 lokasi yang membutuhkan perangkat tersebut. Belum lagi dengan adanya rencana konsorsium para Gubernur Sumatra yang akan membangun berbagai kepentingan infrastruktur, termasuk telekomunikasi yang diberi nama Sumatera 2000.
Dalam program tersebut akan diterapkan pola bisnis build operate & own yang semuanya merupakan lahan dan potensi bisnis PT Inti yang menjanjikan sebab di wilayah itu yang termasuk kekuasaan Divre I masih ada 270 dari 556 kecamatan yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi. Kemudian PT Inti juga dapat berpartisipasi dalam proyek CDMA di Aceh, VBI-net dalam proyek Batam Intelegent Island dan Internet Public Phone, serta kemungkinan kerja sama suplai kabel fix wireless terminal dan kabel modem untuk produk Divre I senacam e-government, e-justice, e-custom, dan e-police.
Namun bagaimanapun juga semuanya terpulang ke manajemen PT Inti, sebab BUMN ini didirikan bukan untuk mati melainkan untuk berkembang.
Sehingga kepemimpinan John Wellly sebagai presdir akan mendapat tantangan kuat, apakah mau mati atau memandang penurunan penjualan 2002 sebagai keberhasilan yang tertunda?
Catatan :
- PT. Primasel tidak sanggup membayar hutang pembelian barang dan jasa kepada PT. INTI.
- Pada proyek T21, PT. INTI berpartner dengan Hyundai dan mengalami kekalahan dalam bidang finansial.