Salah satu godaan Ramadhan yang cukup berat adalah "syahwatul kalam" (nafsu mengumbar lisan). Khusus benda yang satu ini (lisan), jangan dianggap remeh. Ia merupakan nikmat Allah 'Azza wa Jalla yang berperan besar bagi sukses hidup manusia. Dengan lisan, manusia bisa meluluhkan hati lawan bicaranya. Dengan lisan ia bisa meyakinkan calon pembeli produk-produk bisnisnya. Dan dengan lisan pula seorang pemimpin bisa bernegosiasi untuk menyelamatkan negara dan bangsanya dari perang.

Persoalannya, perilaku tidak marah, menggerutu, atau tidak mengumpat, memang bukan pekerjaan mudah. Membangun karakter "bukan pemarah" harus diakui sangat sulit. Apalagi menghadapi situasi panas dan provokatif. Kecenderungan lisan untuk melontarkan uneg-uneg hati, memang jauh lebih mudah dan ringan, ketimbang harus menahannya. Kalau sudah terlontar seluruh uneg-uneg hati barulah seseorang mengaku, ia puas. "Saya puas karena sudah saya keluarkan uneg-uneg saya. Biar dia tau rasa dan kapok!" Begitu kira- kira apologi seseorang untuk bisa memaki orang lain.

Jelas, perlu pembiasaan dan latihan terus-menerus agar tidak mudah marah. Agar lisan tidak loncer mengobral umpatan. Dalam perspektif keimanan, Allah 'Azza wa Jalla menyebutkan ciri-ciri orang bertakwa salah satunya adalah, orang yang pandai menahan marah, dan mudah memaafkan kesalahan orang lain.

Nabi SAW berpesan, bahwa orang yang percaya kepada Allah SWT dan hari akhir, harus mampu menahan nafsu lisannya. "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam (jika ucapannya tidak berguna)." (HR Imam Bukhori).

Orang yang sedang marah atau mengumpat memang menyebalkan bagi siapapun yang mendengarnya. Sebab tak seorang pun suka digerendengin, dicela, atau diumpat. Seorang isteri yang marah-marah memang membuat hati suami sebal. Atau sebaliknya. Apalagi jika marahnya tiap saat. Hanya karena masalah sepele misalnya, ia marah. Anak nangis, marah. Uang belanja kurang, marah. Anak-anak bercanda di dalam rumah, marah. Dengar tetangga setel tape keras- keras, marah. Pendek kata, marah begitu murahnya diobral.

Marah memang sesuatu yang fitri. Potensi itu jelas tidak boleh dibunuh, namun penggunaannya haruslah proporsional dan tidak berlebihan. Tapi kenyataannya, manusia cenderung lebih suka marah, ketimbang menahan diri. Penyebabnya macam-macam, seperti penat dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan rutin, anak-anak nakal, ekonomi sedang tongpes, dan lain-lain.(Eramuslim)


"Pelihara Lisan Di Bulan Berkah"   |   Dibaca 211 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar