Dikirim pada 2002-06-06 12:19:55 Oleh Admin
Kemajuan jaman sekarang ini seringkali disertai dengan munculnya gejala
"stress" yang ditandai dengan sikap loyo, tidak bergairah, cenderung negatif
bahkan menderita secara fisik. Pernah ada produsen susu yang memasang iklan
bahwa produknya cocok untuk anak-anak di usia sekolah agar terhindar dari
stress. Jadi stress pun tampaknya dapat menyerang semua lapisan umur dan
aktivitas. Barangkali ini adalah pandangan yang tidak sepenuhnya tepat namun
sesungguhnya gejala-gejala tersebut bukanlah hal yang baru. Gejala stress
sudah muncul sejak manusia dikenal dalam sejarah. Karena sebenarnya
gejala-gejalan stress itu merupakan lawan seiring sejalan dengan sikap
optimis, gairah yang menggelora, sikap positif dan kebugaran tubuh.Lebih keliru lagi bila ada orang yang beranggapan bahwa stress diakibatkan
oleh tekanan pekerjaan lalu mereka menganjurkan agar sebaiknya kita tidak
pelu bekerja berat atau berpikir keras. Untuk apa? Toh hal itu akan menjadi
siksaan yang tidak perlu. Tentu kita tak sependapat dengan pandangan ini
karena ternyata banyak orang yang menghindari pekerjaan berat dan tantangan
baru lebih dikarenakan kemalasan dan rasa pesimis ketimbang alasan logis
untuk mencapai kemajuan.
Mari kita perhatikan masa kanak-kanak ketika kita mulai belajar mengayuh
sepeda. Kita semua sepakat bahwa bagi anak-anak, itu adalah tantangan yang
sulit dan mendebarkan. Barangkali kita akan mengatakan bahwa mereka tentunya
menderita stress karena berkali-kali jatuh hinga terluka di sana-sini. Namun
kenyataannya anak-anak itu sama sekali tidak menunjukkan kegentaran yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk berhenti belajar. Mereka terus ngotot
bahkan sambil menunjukkan wajah ceria. Anak-anak itu berhasil karena tekad
kuat mereka mampu mengatasi tekanan yang bisa menyebabkan stress. Bagi
anak-anak tekanan dan tantangan itu merupakan sumber energi yang luar biasa
besar.
Penyebab stress sebenarnya lebih banyak berada dalam pikiran kita. Stress
muncul karena ketidaktahuan kita akan suatu persoalan dan pemecahannya, atau
karena tujuan kita yang tak jelas disertai tekad yang tidak cukup kokoh.
Desingan peluru di medan pertempuran sama sekali bukan penyebab stress bagi
para prajurit yang sedang berperang namun akan menjadi sumber stress bagi
pengunjung bank yang sedang dirampok. Tebing terjal dan cuaca dingin boleh
jadi menyurutkan langkah kita untuk mendaki gunung namun tidak bagi para
pendaki yang ingin menancapkan bendera kemenangan di puncak gunung. Jadi
sumber stress itu bukan dimana-mana. Ia ada di dalam pandangan, pikiran dan
persepsi kita.
Orang yang bersikap negatif akan melihat tantangan sebagai jalan buntu yang
berujung pada kesia-siaan. Ia cenderung pesimis, tidak percaya diri, tidak
realistis, tak bergairah alias loyo, cemas dan menolak. Sikap inilah yang
menjadi sumber stress. Dan hal ini diperparah dengan wajahnya tidak
menyenangkan, cemberut, kusam dan tak segaris pun senyum tersungging di
bibirnya. Orang yang bersikap positif tentu akan melihat tantangan sebagai
peluang untuk maju karenanya ia akan memantapkan tekad, mengasah kemampuan,
menjaga gairah dan vitalitas, optimis dan mengubah stress menjadi tenaga
pacu yang tak terperi.
Sikap berkaitan dengan pilihan bebas. Karena itu kita bebas untuk memilih
apakah kita mau menderita stress atau tidak. Kita mau sia-sia atau berguna.
Kita mau maju atau tetap melolong menangisi keadaan. (diadaptasi dari: Self
Esteem) - Rekan Kantor
"stress" yang ditandai dengan sikap loyo, tidak bergairah, cenderung negatif
bahkan menderita secara fisik. Pernah ada produsen susu yang memasang iklan
bahwa produknya cocok untuk anak-anak di usia sekolah agar terhindar dari
stress. Jadi stress pun tampaknya dapat menyerang semua lapisan umur dan
aktivitas. Barangkali ini adalah pandangan yang tidak sepenuhnya tepat namun
sesungguhnya gejala-gejala tersebut bukanlah hal yang baru. Gejala stress
sudah muncul sejak manusia dikenal dalam sejarah. Karena sebenarnya
gejala-gejalan stress itu merupakan lawan seiring sejalan dengan sikap
optimis, gairah yang menggelora, sikap positif dan kebugaran tubuh.Lebih keliru lagi bila ada orang yang beranggapan bahwa stress diakibatkan
oleh tekanan pekerjaan lalu mereka menganjurkan agar sebaiknya kita tidak
pelu bekerja berat atau berpikir keras. Untuk apa? Toh hal itu akan menjadi
siksaan yang tidak perlu. Tentu kita tak sependapat dengan pandangan ini
karena ternyata banyak orang yang menghindari pekerjaan berat dan tantangan
baru lebih dikarenakan kemalasan dan rasa pesimis ketimbang alasan logis
untuk mencapai kemajuan.
Mari kita perhatikan masa kanak-kanak ketika kita mulai belajar mengayuh
sepeda. Kita semua sepakat bahwa bagi anak-anak, itu adalah tantangan yang
sulit dan mendebarkan. Barangkali kita akan mengatakan bahwa mereka tentunya
menderita stress karena berkali-kali jatuh hinga terluka di sana-sini. Namun
kenyataannya anak-anak itu sama sekali tidak menunjukkan kegentaran yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk berhenti belajar. Mereka terus ngotot
bahkan sambil menunjukkan wajah ceria. Anak-anak itu berhasil karena tekad
kuat mereka mampu mengatasi tekanan yang bisa menyebabkan stress. Bagi
anak-anak tekanan dan tantangan itu merupakan sumber energi yang luar biasa
besar.
Penyebab stress sebenarnya lebih banyak berada dalam pikiran kita. Stress
muncul karena ketidaktahuan kita akan suatu persoalan dan pemecahannya, atau
karena tujuan kita yang tak jelas disertai tekad yang tidak cukup kokoh.
Desingan peluru di medan pertempuran sama sekali bukan penyebab stress bagi
para prajurit yang sedang berperang namun akan menjadi sumber stress bagi
pengunjung bank yang sedang dirampok. Tebing terjal dan cuaca dingin boleh
jadi menyurutkan langkah kita untuk mendaki gunung namun tidak bagi para
pendaki yang ingin menancapkan bendera kemenangan di puncak gunung. Jadi
sumber stress itu bukan dimana-mana. Ia ada di dalam pandangan, pikiran dan
persepsi kita.
Orang yang bersikap negatif akan melihat tantangan sebagai jalan buntu yang
berujung pada kesia-siaan. Ia cenderung pesimis, tidak percaya diri, tidak
realistis, tak bergairah alias loyo, cemas dan menolak. Sikap inilah yang
menjadi sumber stress. Dan hal ini diperparah dengan wajahnya tidak
menyenangkan, cemberut, kusam dan tak segaris pun senyum tersungging di
bibirnya. Orang yang bersikap positif tentu akan melihat tantangan sebagai
peluang untuk maju karenanya ia akan memantapkan tekad, mengasah kemampuan,
menjaga gairah dan vitalitas, optimis dan mengubah stress menjadi tenaga
pacu yang tak terperi.
Sikap berkaitan dengan pilihan bebas. Karena itu kita bebas untuk memilih
apakah kita mau menderita stress atau tidak. Kita mau sia-sia atau berguna.
Kita mau maju atau tetap melolong menangisi keadaan. (diadaptasi dari: Self
Esteem) - Rekan Kantor