Dikirim pada 2021-06-25 11:40:00 Oleh Admin
Control Your Emotion, Dude!!!
Masih ingatkah Anda film Anger Management? Film yang dibintangi Adam Sandler dan Jack Nicholson ini mengisahkan sebuah topik serius tentang pengendalian emosi menjadi lebih ringan, tapi tetap bermakna. Di bawah arahan Peter Segal selaku sutradara, Anger Management yang booming pada tahun 2003 inipun sukses menyajikan fenomena orang yang terjebak dalam emosinya sendiri. Tujuannya sih, supaya setiap orang-orang lebih bisa belajar bahwa kegagalan dalam pengelolaan emosi dapat membuat kehidupan menjadi berantakan.
Benarkah? Mari kita pelajari dulu soal pengendalian emosi.
Dalam psikologi, pengendalian emosi mendapat perhatian khusus, terutama dalam hal pengkajian dan implementasinya dalam kehidupan. Logikanya begini. Saat kita dihadapkan pada sebuah masalah besar, saat kita tidak bisa berpikir jernih, dan terjebak dalam arus emosi, maka keputusan yang dihasilkan pun menjadi tidak logis, bahkan cenderung merugikan karena ujung-ujungnya masalah jadi kian rumit dan sulit diselesaikan. Ini sudah menjadi indikator pentingnya pengendalian emosi.
Berbagai literatur pun banyak mengulas soal pentingnya mengimbangi kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional. Saat seseorang telah mencapai level kecerdasan emosional, maka dia bisa mengenali dan mengelola emosinya. Ahli Kecerdasan Emosi, Goleman mengatakan, sebuah kesuksesan tidak bisa semata-mata mengandalkan kecerdasan intelektual. Banyak orang yang cerdas luar biasa ternyata gagal memperjuangkan kesuksesannya hanya karena terjegal temperamennya. Lalu, bagaimana mengenali orang yang tidak mampu mengendalikan emosinya? Ini ciri-cirinya,
1) Berkata keras dan kasar pada orang lain.
2) Marah dengan merusak atau melempar barang-barang di sekitarnya.
3) Ringan tangan pada orang lain di sekitarnya.
4) Melakukan tindak kriminal.
5) Melarikan diri dengan narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas.
6) Menangis dan larut dalam kekesalan yang mendalam.
7) Dendam dan merencanakan rencana jahat pada orang lain.
Kalau melihat ciri-cirinya, sepertinya terjebak dalam emosi akan sangat menyiksa. Tidak bisa berpikiran jernih. Cenderung berpraduga. Bertindak tidak logis. Dan, semuanya menguras energi positif diri kita. Bisakah hal ini disembuhkan? Mari coba berdamai dengan beberapa cara berikut,
1) Berpikiran Logis
Pemicu emosi biasanya berasal dari pikiran, baik itu pikiran negatif yang muncul dari intepretasi input, stimulasi dari lingkungan eksternal, maupun pola pikir internal yang tidak disadari. Misalnya, seseorang bisa marah atau takut karena orang lain mengancamnya. Supaya ‘senggolan’ itu tidak tersulut menjadi emosi yang luar biasa besar, maka cobalah berpikir rasional dan efektif. Kita bisa berdebat di dalam pikiran sendiri supaya lebih bijak serta optimis, cobalah membujuk diri sendiri agar lebih positif dan konstruktif.
2) Mengubah Kata
Riset terbaru menggunakan scanner fMRI di otak menunjukkan bahwa penggunaan kata-kata negative, sebut saja ‘tidak’, membuat diri memproduksi hormon dan neurotransmitters yang bisa memicu stres, mengacaukan beragam fungsi komunikasi, bahkan bisa merusak akal sehat. Pikiran negatif ini memicu emosi yang akan memotivasi perbuatan negatif. Akibatnya bisa langsung berimbas ke hubungan, kesehatan, pekerjaan atau bisnis, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Solusinya bagaimana dong?
Kita mesti melawan pikiran negatif dengan kata-kata dan perenungan yang positif. Bahkan, kalau perlu mengeroyoknya. Satu pikiran buruk harus dilawan dengan minimal lima kenangan manis yang pernah terjadi atau harapan indah yang mungkin terjadi dan mengulang-ulang kata-kata yang positif seperti cinta serta terima kasih.
Penelitian oleh Fredickson, Losada, dan Gottman menunjukkan bahwa lima pikiran positif yang dibuat untuk menghadapi setiap satu pikiran negatif, akan mengoptimalkan kompetensi, kinerja, dan kebahagiaan. Ini disebabkan oleh optimisme yang mendorong kepuasan dalam hidup kita.
3) Bertindak Positif
Emosi negatif adalah sesuatu yang wajar layaknya emosi positif. Pikiran-pikiran yang muncul tidak perlu langsung ditanggapi atau dievaluasi secara berlebihan. Tidak usah juga dihindari atau dipendam. Amarah yang terpendam, suatu saat bisa meledak atau malah menjadi penyakit batin dan fisik yang menggerogoti diri dari dalam. Namun…rasa marah juga tidak perlu diekspresikan secara agresif. Nyatakan saja secara asertif. Kita harus bisa mentransformasi amarah menjadi sumber motivasi untuk bertindak dengan lebih baik lagi.
4) Rahasia Hulk
Dalam film The Avengers, salah satu pahlawan super yang biasanya beraksi tanpa kontrol diceritakan sudah bisa mengendalikan kekuatan dan mengontrol diri supaya tidak mudah bertransformasi menjadi Hulk. Ternyata, rahasianya adalah dia selalu marah. Maksudnya? Kita bisa saja merasakan amarah, tapi tidak perlu emosi membabi-buta. Kita musti tetap berpikiran untuk tidak larut dalam ingatan masa lalu atau kekhawatiran di masa depan yang belum terjadi.
5) Solusi Spiritual
Kuatkan kepercayaan serta praktekkan ritual yang mengembangkan emosi positif seperti bersyukur, berdoa, bermeditasi, berdizikir, bersedekah, berpuasa, serta pergi ke tempat ibadah. Jangan terikat dengan pikiran manapun di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan seperti penyesalan, amarah, dan kecemasan.
6) Hindari Orang Berpikiran Negatif
Pengendalian emosi adalah sebuah keahlian yang penguasaannya membutuhkan proses karena menyangkut upaya pengelolaan pikiran dan perasaan. Makanya, sebisa mungkin hindari orang-orang yang suka berpikiran dan berprasangka negatif karena kita bisa ketularan negatif juga. Pengaruh sosial sangatlah kuat, kita harus selektif dalam berkelompok khususnya jika kita sedang merasakan mood yang tidak terlalu positif.
So, Anda siap belajar untuk mengontrol emosi?? You better be, dude!!