DIAM DAN DENGARKAN

Leader. Istilah ini sangat akrab dengan kita akhir-akhir ini. Banyak orang yang termotivasi menjadi seorang leader. Akhirnya dia pun mengasah kemampuan dan membekali diri dengan kemampuan berbicara yang penuh percaya diri. Ilmu itupun disertai dengan rajin mengikuti pelatihan bahasa asing. Dalam bayangan, mungkin seorang leader harus bisa berbahasa asing agar terlihat lebih intelek, lebih modern, dan sebagainya. Jadi leader mengubah diri menjadi seseorang yang naik level, begitulah ibaratnya.


Padahal, bekal menjadi seorang leader itu bukan melulu soal kemampuan bicara yang canggih dan casciscus bahasa asing. Dalam sebuah artikel yang dirilis Forbes, seorang leader harusnya menjadi seseorang yang benar-benar menjadi pendengar yang baik. Bukan diam tanpa aksi, tapi benar-benar mendengar dan memahami. Sebab, karyawan hanya mau didengarkan. Mereka benar-benar mengharapkan pemimpinnya mendengarkan dan memberikan perhatian atas informasi yang disampaikannya.

“Leaders who listen are able to create trustworthy relationships that are transparent and breed loyalty. You know the leaders who have their employees’ best interests at heart because they truly listen to them..”

Mendengarkan memang mudah, tinggal diam dan biarkan lawan bicara kita membeberkan semua isi hati dan pikirannya. Namun, bukan itu kemampuan yang diharapkan dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin bisa saja berpura-pura mendengar dan membiarkan obrolan itu lari dari telinga kiri, lalu keluar melalui telinga kanan, tapi dia tidak akan pernah bisa memenangkan loyalitas karyawannya.


Seorang pemimpin bisa saja tidak mempedulikan omongan karyawannya. Dalam ilmu kepemimpinan, hal ini didefinisikan sebagai pendengar yang bertipe IGNORE.


Seorang pemimpin bisa saja berpura-pura mendengarkan omongan karyawannya. Gesturnya mengangguk padahal, pikirannya melayang membayangkan hal lainnya. Hal inilah yang kita definisikan sebagai pendengar yang bertipe PRETEND.


Seorang pemimpin bisa saja mengaktifkan filter untuk menyaring omongan karyawannya. Dia hanya mau mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya saja. Istilahnya, pemimpin seperti ini bertipe SELECTIVE.


Atau kita mau jadi seorang pemimpin yang memperhatikan setiap detil omongan karyawannya. Mencatat dan mendengarkannya. Dalam ilmu kepemimpinan, hal ini didefinisikan sebagai pendengar yang bertipe ATTENTIVE.


Ataukah kita mau jadi seorang pemimpin yang memperhatikan setiap detil omongan, dan memahami suasana kebatinan karyawannya. Jadi, tak hanya mencatat, mendengarkannya, tapi juga menunjukkan apa yang didengarkannya dalam bentuk empati. Dalam ilmu kepemimpinan, hal ini didefinisikan sebagai pendengar yang bertipe EMPHATIC.


Memang, leader tidak bisa menjerumuskan energi emosionalnya ke dalam lingkungan kerja. Namun, orang akan sangat kagum betapa seorang leader benar-benar mau mendengarkan.

“Great leaders are great listeners..”

Jadi, baiknya para pemimpin kini mulai mengurangi volume suaranya dan memperlebar kapasitas mendengar. Sebab, leader bukanlah soal perintah dan wewenang, tapi bagaimana dia bisa mengkomunikasikan sesuatu pada timnya.

“If you follow this advice not only will you become better informed, but you’ll also become more popular with those whom you interact with,” Selamat mendengarkan! ***


"ARTIKEL BEBAS : DIAM DAN DENGARKAN"   |   Dibaca 150 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar