BEO, BEBEK, DAN KERBAU

Alkisah seekor burung beo yang dipuji karena pintar menirukan berbagai suara. Saat manusia mengajarinya sesuatu, dengan cepat beo akan menirukannya dengan logat yang mengundang tawa. Tak jarang beo akan langsung terlatih menyuarakan sesuatu saat mendengar perkataan atau pernyataan tertentu. Tanpa ragu, beo akan dengan santainya membeo meski tidak tahu maksud dan makna dari suara-suara yang diucapkannya. Entah itu bahasa kasar, istilah mesum, atau bahkan ucapan menyakitkan hati. Cara mengajarinya pun mudah, beri dia makanan enak, maka sang beo pun akan rajin patuh menuruti semua instruksi.


Serupa beo, bebek pun tak kalah patuhnya. Bedanya, bebek hanya patuh pada sang bebek komando atau penggembala saat berjalan berarak. Begitu sudah sampai pada area mencari makan, bebek akan langsung tak peduli dengan sesamanya. Entah yang lain tersesat atau tercebur, sang bebek bakal memilih mengenyangkan perutnya ketimbang sibuk mengurusi gerombolannya. Terkadang, saking asyiknya mencari mangsa atau antusias hendak berenang, sang bebek pun langsung saja cebur kanan kiri tanpa memperhitungkan bahaya. Alhasil, rombongan bebek pun tercerai berai.


Nah, lain lagi dengan kerbau. Untuk memerintah kerbau, sang penggembala perlu taktik. Dari ukuran badan, sudah pasti sang penggembala kalah saing dengan kerbau. Apalagi kalau kerbau sudah ngamuk, bisa kena hantam kalau ‘sang pawang’ tidak hati-hati. Namun, mudah saja ternyata untuk menaklukkan kerbau ini pada akhirnya. Temukan kelemahannya, maka sang kerbau akan takluk patuh sepenuhnya. Kerbau pun kini jadi hewan besar yang sangat patuh, sang pemilik hanya perlu memasangkan tali di hidungnya. Mau tidak mau, kerbau pun mengikuti ke mana arah sang pemilik menariknya. Bisa dibilang, lebih baik menurut ketimbang harus tersiksa nyeri karena memberontak.


Tiga karakter hewan ini populer menghiasi peribahasa, dongeng, atau cerita anak-anak. Kisah ini memang benar adanya untuk menggambarkan sifat manusia. Ada yang manggut-manggut demi mendapatkan posisi aman dan disukai. Ada yang menjadi patuh rajin saat bos besar memantau, tapi begitu atasan menghilang dari pandangan maka mulailah bertingkah sesuka hati. Ada juga yang setia diperintah ini itu karena takut rahasianya terbongkar.


Sebagai makhluk yang paling cerdas, manusia diberi kehebatan untuk bisa berpikir dan mencerna hal yang logis tidak logis, yang benar salah, yang berbahaya aman, dan baik buruk dari suatu hal. Kehebatan inilah yang seharusnya kita pergunakan untuk memfilter semua informasi atau instruksi yang tidak jelas kebenarannya. Manusia diberi kehebatan untuk tidak langsung mengiyakan sesuatu yang dirancang sedemikian rupa supaya terlihat bagus.
Bahkan ajaran agama pun memerintahkan kita semua untuk tidak sembarang menjadi beo, bebek, atau kerbau. Dalam Islam ada istilah taqlid atau sikap ikut-ikutan tanpa mengerti. Sikap ini jelas tidak sesuai dengan perintah Tuhan. Dalam Surat Al-Isra ayat 36 disebutkan bahwa manusia itu seharusnya tidak mengikuti sesuatu hal yang tidak dia ketahui ilmunya. Manusia sepatutnya tidak bersikap jika tidak mengetahui ilmunya. Sebab, dia memikul tanggung jawab atas hal yang didengaor (dan diikutinya), dilihat (dan diikutinya), dan dirasakan (dan diikutinya).

Berarti sikap beo, bebek, dan kerbau ini tidak dibenarkan, bukan? Untuk itu mari kita posisikan diri menjadi manusia yang lebih cerdas. Bukan seperti beo, bebek, atau kerbau. Tetap Semangat ***


"ARTIKEL BEBAS : BEO, BEBEK, DAN KERBAU"   |   Dibaca 118 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar