Dikirim pada 2021-02-26 16:39:00 Oleh Admin
PASIR dan AKAR
Pasir dan akar, dua komponen bumi yang selalu berada di tempat terendah dari apapun. Kadang terinjak, kadang terpinggirkan. Pasir dan akar seringkali dilupakan sebagai komponen utama kehidupan, tapi toh dua hal ini tetap hadir menjalankan perannya.
Pasir selalu ada dalam setiap segi kehidupan kita. Menjadi alas bumi, penopang gedung tinggi, hingga taburan di jalan tak berpenghuni. Dalam kehidupan pun, pasir mengajarkan kita sebuah filosofi. Bahwa semakin kita menggenggam erat pasir di tangan, maka semakin terlepaslah pasir itu dari genggaman. Sedikit demi sedikit berjatuhan dari tiap sela-sela jari, hingga akhirnya kita akan melihat bahwa pasir itu tak ada lagi di genggaman kita. Seperti halnya dalam kehidupan, bahwa semakin kita mempertahankan, menjaga, dan memperjuangkan sesuatu hal dengan penuh ambisi hingga melibatkan segenap perasaan dan ego tanpa melihat kekurangan diri, maka bisa dipastikan apa yang kita perjuangkan akan berakhir dengan sia-sia.
Sama halnya dengan sebuah jabatan. Apalah artinya sebuah kedudukan hebat apabila suatu saat pun ada akhirnya, ada penggantinya. Layaknya pasir, alangkah indahnya jika jabatan dipegang sesuai porsinya, tidak perlu terlalu berambisi untuk memiliki selamanya, tidak perlu bersikeras bahwa jabatan itu hanya tepat untuk kita saja. Layaknya pasir, peganglah dengan nyaman. Supaya, saat sudah berakhir, tidak akan memberikan penyesalan atau ketidakikhlasan. Justru, kita akan puas jika hasil kerja keras kita bisa memberikan perubahan positif untuk tempat kita bekerja.
Lalu, akar pun mengajarkan kita sebuah sikap, menjadi sebuah komponen tak terlihat yang tidak pernah mempertanyakan pamrih atau gilirannya menjadi bunga yang selalu dipuji.
Akar mengajarkan kita untuk bekerja mengabdikan diri meski tak pernah terlihat.
Akar pun mengajarkan kita tentang filosofi ‘sang pokok kehidupan’ yang tidak pernah menonjolkan dirinya, yang tertanam pada tempat paling rendah.
Biarlah semua orang yang mungkin tidak menyadari keberadaan itu pada akhirnya sadar bahwa ‘sang akar’ inilah pemberi kehidupan.
Kita sadari, dalam dunia kerja, bisa dibilang tidak banyak yang memahami arti penting orang di belakang layar, orang yang sebenarnya menjadi penopang keberlangsungan sebuah sistem kerja. Namun, marilah kita tetap mengabdi layaknya akar, yang memegang teguh tanggung jawab dengan sepenuh hati, sekalipun tidak ada yang melihatnya. Tetaplah menjadi pasir yang mengisi setiap segi kehidupan tanpa paksaan, meski tidak ada yang tahu hal itu upayanya. Jadilah layaknya pasir dan akar, yang selalu ada di level terendah tapi berperan penting sebagai penopang kehidupan. Tetap semangat. ***