Dikirim pada 2020-10-16 13:39:00 Oleh Admin
Sesuatu yang dilakukan di bawah meja akan memancing keingintahuan. Tak jarang juga, malah memicu kecurigaan. Ujung-ujungnya menimbulkan prasangka buruk. Apa yang sedang terjadi di bawah meja? Saat kita melakukan sesuatu secara sembunyi-sembunyi di bawah meja, orang lain pun akan menaruh kecurigaan. Masih bagus kalau hal yang kita lakukan di bawah meja itu sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan tidak berdosa, lalu kalau sebaliknya bagaimana?
Istilah “di bawah meja” sebenarnya sangat berkaitan erat dengan integritas kita sebagai seorang manusia. Apa kita masih bisa berjalan dalam jalur yang benar meskipun tidak ada yang melihat? Apa kita masih berani berbuat curang meski hanya Tuhan yang mengawasi di sekitar kita?
Tak hanya sebagai manusia, nyaris dalam budaya perusahaan manapun, poin amanah selalu menjadi jargon favorit yang wajib dimiliki karyawan sejak pertama menjejakkan kaki di perusahaan, termasuk perusahaan kita. Mungkin kita sudah hapal, di luar kepala, bahwa sebagai insan INTI kita diharapkan dengan kuat untuk bisa memiliki karakter AKHLAK, AMANAH, KOMPETEN, HARMONIS, LOYAL, ADAPTIF, dan KOLABORATIF. Poin AMANAH yang ditempatkan di awal kata menunjukkan betapa karakter ini menempati posisi tertinggi dan harus dijunjung tinggi oleh setiap karyawan.
Kalau lupa pun, kita bisa melihat poster dan artikel tentang budaya perusahaan ini di media internal Jaring, papan pengumuman, artikel buletin internal, dan banyak pemberitaan. Kalau masih kurang, kita pun setiap tahun selalu menandatangani PAKTA INTEGRITAS yang harapannya menjadi border bagi kita untuk tidak mendekati jalur kecurangan. Sedemikian banyak ternyata upaya perusahaan untuk melindungi kita dari pelanggaran integritas.
Raymond A. Mason, CEO Legg Mason -perusahaan raksasa manajemen aset- pernah membuat sebuah ungkapan bahwa seseorang yang tidak melanggar integritas memiliki sebuah tanda pada dirinya, yaitu“tidak adanya kapur di sepatumu”. Saat kita berniat menerapkan integritas secara total, coba buat batas dasar bagi kita tentang integritas. Jangan sekali-kali didekati, apalagi berani keluar batas dengan tanda “adanya kapur di sepatumu”. Jika sudah ada tanda itu, berarti kita sudah terlalu dekat dekat dengan batas, hati-hati, integritas kita mulai terancam kalau sudah begitu.
Dan, persoalan integritas yang harus selalu terjaga ini tidak sekedar ada kaitannya dengan citra pribadi saja. Dalam dunia bisnis yang penuh orang dengan berbagai kepentingan, mulai dari pemasok, distributor, pelanggan, pesaing dan sebagainya, sangat mengandalkan kebenaran informasi dan tindakan sang pemberi jasa dalam bersikap. Kesesuaian kita berkata saat menjanjikan kehandalan produk atau jasa pada pelanggan dengan realita adalah sebuah integritas. Jangan sampai ada kata yang dilebihkan, dikurangi, atau dibuat-buat, bahkan satu huruf pun. Sebab, saat mereka yang di luar sana membeli produk atau jasa kita, artinya mereka sepenuhnya mempercayai setiap huruf yang kita janjikan.
Ternyata, amanah atau integritas bukan sekedar urusan tanda tangan pakta integritas saja, bukan? Integritas ini berperan penuh, bahkan saat kita menyebutkan pada kasir berapa banyak lauk yang kita makan saat makan siang, bahkan saat kita tetap setia berkata dan berbuat benar meski seluruh komunitas berbuat salah. Bahkan, saat ada peluang bagi kita untuk berbuat sesuatu di bawah meja. ***