Dikirim pada 2020-03-31 14:13:00 Oleh Admin
Sejauh ini Corona atau Covid-19 masih menjadi perbincangan di sejumlah negara lantaran kasusnya yang kian meningkat hingga World Health Organization (WHO) menetapkan virus tersebut menjadi pandemi. Sejumlah negara terlihat fokus mengelola dampak dari penyebaran virus Corona (Covid-19), dengan mengambil langkah Lockdown dan Social Distancing yang berdampak pada kegiatan ekonomi. Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pun diyakini akan terkena dampak dari Covid-19. Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin melihat fenomena ini bagi para pemain TIK. Bisa jadi, pencegahan penyebaran dampak Covid-19 dapat mendatangkan peluang usaha, tetapi juga ancaman bagi pelaku usaha di sektor tersebut.
Jika dilihat dari sisi positif, Covid-19 membuka peluang bagi operator seluler berkat adanya peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia. Penggunaan ponsel atau komputer pun melonjak sejalan dengan peningkatan penggunaan data internet di seluruh dunia. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan penggunaan data ini karena adanya pembatasan mobilitas di beberapa negara akibat mewabahnya virus Covid-19 . Hal ini pun membuat banyak orang terpaksa berkegiatan dari rumah, yang kemudian berakibat pada lonjakan penggunaan internet pasca anjuran bekerja dan sekolah dari rumah. Alhasil, hal ini jadi peluang besar bagi para operator untuk mendulang peningkatan performansi bisnis, sekaligus menjalankan tanggung jawab melayani masyarakat. Dalam kondisi seperti sekarang inilah, internet dan infrastruktur telekomunikasi seharusnya menjadi primadona.
Sayangnya, Paket Kebijakan Insentif Pajak untuk 19 bidang usaha, tak memasukkan sektor telekomunikasi) dalam daftar industri penerima insentif fiskal. Padahal, operator pun tentu membutuhkan sejumlah insentif seperti keringanan regulasi untuk mendukung pengembangan jaringan, hingga kemudahan dalam melakukan transformasi digital. Hal ini tentu tak sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 tentang Rencana Pitalebar Indonesia 2014–2019 yang justru menjadikan sektor telekomunikasi sebagai tulang punggung industri dan perekonomian nasional dalam rangka mendukung Transformasi Digital demi menjadikan Indonesia berbasis industri 4.0
Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat, setidaknya ada dua dampak langsung Covid-19 bagi pelaku TIK. (Yaitu) keterlambatan pasokan perangkat jaringan dan terhambatnya dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor yang berasal dari negara terdampak Covid-19.
Belum lagi tantangan berikutnya yang harus dihadapi oleh para pemain TIK di tengah Covid-19 adalah soal suplly chain global, khususnya untuk infrastruktur yang banyak tergantung dengan China. Terganggunya supply chain ini menjadi risiko yang paling signifikan bagi industri telekomunikasi, karena akan menyebabkan terjadinya delay deployment dan risiko biaya yang lebih tinggi. Efek domino peristiwa ini, pada akhirnya akan membuat terutama perusahaan yang selama ini hanya mengemas ulang produk asal Tiongkok, langsung anjlok bersama.
Sementara, menurut beberapa prediksi, kondisi perekonomian Tiongkok akibat wabah Covid-19, memerlukan waktu 2-3 tahun untuk pulih. Kondisi itu, akan menjadi masalah besar bagi banyak perusahaan telekomunikasi nasional. Mereka harus mencari alternatif supplier untuk memenuhi kebutuhan target produksi. Hal yang juga tidak mudah karena umumnya supplier dari negara lain memberikan harga yang lebih tinggi. Salah satu solusinya adalah pemerintah perlu mempercepat kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Pemerintah juga harus mempermudah perizinan perusahaan yang memproduksi bahan mentah, yang tentunya mempermudah bukan berarti melonggarkan aturan. Akan tetapi, mempercepat proses perizinan dengan melalui sistem online dan menghilangkan persyaratan yang tidak diperlukan.
Solusi lain datang dari Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi Jawa Barat (Apnatel Jabar) yang saat ini tengah bersiap mengimplementasikan pembangunan lingkungan industri optik (LIO) di Kota Bandung. LIO yang bakal dihadirkan Apnatel Jabar merupakan suatu kawasan terpadu terkait fiber optik. Tak hanya menampilkan pabrik dan kantor-kantor telekomunikasi, LIO akan dilengkapi dengan tempat khusus edukasi masyarakat tentang fiber optik. LIO bisa menjadi solusi bagi penyediaan bahan baku dan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Jika Indonesia bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri telekomunikasi, kondisi saat ini tidak akan terulang. Bahkan, Indonesia bisa mengambil peluang tersebut dengan mengisi kekosongan di pasar global.