Dikirim pada 2002-03-27 10:14:33 Oleh Admin
Tatkala tenaga dan pikiran terkuras oleh krisis dan bencana yang mendera, sering kali orang merasa seperti ikut lumat bersama. "Habis, dunia sudah kiamat," begitu yang ada di benaknya. Pikiran semacam itu harus segera
dienyahkan. Sebab, sesungguhnya setiap individu memiliki kemampuan keluar dari kemelut persoalan. Syaratnya? Setiap SDM Indonesia harus mau menggali seluruh potensi internalnya, selain memanfaatkan situasi dan kondisi eksternal untuk memperkuat daya pribadi (personal power), suatu potensi
kekuatan yang tersembunyi dalam diri setiap manusia yang mampu menjadikannya sebagai manusia baru.Belakangan, harapan menjadi manusia baru mulai bangkit kembali bersamaan dengan berlalunya masa krisis mencekam dua tahun terakhir. Lewat program pengembangan pribadi, banyak aliran dan konsep menempa daya pribadi ditawarkan, dengan iming-iming kesuksesan dan kebahagiaan di kemudian hari.
Intinya, menempatkan pribadi sebagai sumber kekuatan dan inspirasi. Dialah yang mampu "mengatur" arah kebutuhan dan tuntutan hidup agar berjalan optimal. Untuk itu, ada nilai-nilai yang harus dipompa kencang, keras, atau sedang, dan sebaliknya ada pula nilai-nilai yang harus dikendalikan dalam kadar berbeda-beda. Dan semuanya itu kembali ke sasaran yang hendak dituju.
Dalam diskusi para pengamat SDM dengan Majalah Manajemen beberapa waktu
lalu, disimpulkan bahwa menempa daya pribadi bisa dipelajari sendiri. Yang terpenting, untuk bangkit dengan cepat dibutuhkan kondisi yang kondusif, dari segi eksternal maupun internal. Fakta yang terungkap, masih banyak SDM
yang terkungkung dalam ketidakberdayaan, sikap pesimistis, kemalasan, mudah menyerah, putus asa, dsb. Mereka cenderung meletakkan nasib di tangan orang lain yang dianggap jauh lebih berdaya.
Berikut adalah tip menempa daya pribadi yang disimpulkan dari diskusi di atas:
Pertama, SDM Indonesia harus menghilangkan kecenderungan tergantung pada faktor eksternal, seperti guru, atasan, dan bahkan senior. Karena, hal itu akan melahirkan rasa takut, tidak bebas berpendapat dan berbuat. Kendala aktualisasi dan ekspresi diri membuat potensi SDM tidak muncul.
Kedua, agar daya pribadi muncul, SDM harus berani introspeksi -- menyadari kekurangan, kelemahan dan keterbatasan diri. Selain itu, mereka juga perlu menggali kelebihan diri. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dari orang lain, tanpa harus menjadi sombong atau lupa diri. Kelebihan dan kekurangan itu dapat digali dari aspek fisik, keterampilan, sikap, inteligensia, dll. SDM juga harus memiliki kemauan berbagi dan belajar dari pengalaman orang lain. Hal ini mutlak karena pengalaman itu heterogen, sama dengan latar
belakang manusia.
Tiga, SDM harus berusaha menumbuhkan energi positif dalam dirinya. Ini akan melatih orang berpikir positif, karena pada dasarnya manusia itu makhluk rasional. Namun diingatkan, tak semua ide maupun informasi bisa melahirkan energi positif. Harus ada seleksi untuk mengasah daya pribadi.
Empat, menempa daya pribadi dibutuhkan pendekatan multidisiplin. Setiap SDM sah-sah saja mengembangkan daya pribadi dengan teknik yang dipercayai dan dikuasai. Namun, karena semua sisi kepribadian manusia tidak mungkin diolah sendiri, perlu kerjasama atau pendekatan terpadu dengan pihak lain.
Lima, kualitas hidup SDM ditentukan oleh kualitas komunikasinya -- dengan diri sendiri, dengan sesama/alam dan dengan Tuhannya. Kalau komunikasi dengan diri-sendiri bagus, maka dasarnya memang bagus. Begitu pula, jika komunikasi dengan sesama bagus, maka dasarnya akan baik pula. Dalam hal ini, kesadaran pada keseimbangan yang membuat manusia berdaya. Manusia harus
menyadari bahwa dirinya adalah hardware dan sekaligus software. Kecerdasan, keahlian, keterampilan, dan semua kebanggaan duniawi, tidak lebih dari atribut, bukan tujuan.
Enam, SDM harus siap menerima tanggung jawab sebagai pembelajar, pemimpin dan guru. Sebagai pembelajar yang baik, ia tidak akan pernah berhenti belajar dan mempraktekkan pelajaran yang sudah didapat. Ia pun siap diuji
dan dievaluasi kapan saja. Bila ia seorang pimpinan, selalu menjaga agar tindakannya sesuai dengan ucapannya. Sementara seorang guru, harus bisa membimbing, mengarahkan dan memberi teladan.
Tujuh, daya pribadi akan tumbuh dan berkembang dengan efektif melalui proses
pendidikan yang diikuti dengan penerapan. Dipercayai, hanya tindakan yang membuat perubahan, bukan pikiran atau ide-ide statis belaka. Secemerlang apapun ide itu, tak akan berarti apa-apa bila tidak diimplementasikan.
Tantangan terhadap daya pribadi bukan terletak pada proses transfer of knowledge saja, melainkan juga pada kondisi internal. Jadi, seseorang yang ingin memunculkan daya pribadinya akan berusaha secara aktif mencari
dukungan eksternal. Bukan sebaliknya. Tanpa kemauan besar, mustahil fasilitasi maupun bantuan moral pihak eksternal bisa menyuntik dan memompa daya pribadi. Akhirnya, semua kembali ke kemauan dan kemampuan SDM membuka diri. Swanet.com / Manajemen/Juli 1999 - Dyah Hasto Palupi - Rekan Kantor
dienyahkan. Sebab, sesungguhnya setiap individu memiliki kemampuan keluar dari kemelut persoalan. Syaratnya? Setiap SDM Indonesia harus mau menggali seluruh potensi internalnya, selain memanfaatkan situasi dan kondisi eksternal untuk memperkuat daya pribadi (personal power), suatu potensi
kekuatan yang tersembunyi dalam diri setiap manusia yang mampu menjadikannya sebagai manusia baru.Belakangan, harapan menjadi manusia baru mulai bangkit kembali bersamaan dengan berlalunya masa krisis mencekam dua tahun terakhir. Lewat program pengembangan pribadi, banyak aliran dan konsep menempa daya pribadi ditawarkan, dengan iming-iming kesuksesan dan kebahagiaan di kemudian hari.
Intinya, menempatkan pribadi sebagai sumber kekuatan dan inspirasi. Dialah yang mampu "mengatur" arah kebutuhan dan tuntutan hidup agar berjalan optimal. Untuk itu, ada nilai-nilai yang harus dipompa kencang, keras, atau sedang, dan sebaliknya ada pula nilai-nilai yang harus dikendalikan dalam kadar berbeda-beda. Dan semuanya itu kembali ke sasaran yang hendak dituju.
Dalam diskusi para pengamat SDM dengan Majalah Manajemen beberapa waktu
lalu, disimpulkan bahwa menempa daya pribadi bisa dipelajari sendiri. Yang terpenting, untuk bangkit dengan cepat dibutuhkan kondisi yang kondusif, dari segi eksternal maupun internal. Fakta yang terungkap, masih banyak SDM
yang terkungkung dalam ketidakberdayaan, sikap pesimistis, kemalasan, mudah menyerah, putus asa, dsb. Mereka cenderung meletakkan nasib di tangan orang lain yang dianggap jauh lebih berdaya.
Berikut adalah tip menempa daya pribadi yang disimpulkan dari diskusi di atas:
Pertama, SDM Indonesia harus menghilangkan kecenderungan tergantung pada faktor eksternal, seperti guru, atasan, dan bahkan senior. Karena, hal itu akan melahirkan rasa takut, tidak bebas berpendapat dan berbuat. Kendala aktualisasi dan ekspresi diri membuat potensi SDM tidak muncul.
Kedua, agar daya pribadi muncul, SDM harus berani introspeksi -- menyadari kekurangan, kelemahan dan keterbatasan diri. Selain itu, mereka juga perlu menggali kelebihan diri. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dari orang lain, tanpa harus menjadi sombong atau lupa diri. Kelebihan dan kekurangan itu dapat digali dari aspek fisik, keterampilan, sikap, inteligensia, dll. SDM juga harus memiliki kemauan berbagi dan belajar dari pengalaman orang lain. Hal ini mutlak karena pengalaman itu heterogen, sama dengan latar
belakang manusia.
Tiga, SDM harus berusaha menumbuhkan energi positif dalam dirinya. Ini akan melatih orang berpikir positif, karena pada dasarnya manusia itu makhluk rasional. Namun diingatkan, tak semua ide maupun informasi bisa melahirkan energi positif. Harus ada seleksi untuk mengasah daya pribadi.
Empat, menempa daya pribadi dibutuhkan pendekatan multidisiplin. Setiap SDM sah-sah saja mengembangkan daya pribadi dengan teknik yang dipercayai dan dikuasai. Namun, karena semua sisi kepribadian manusia tidak mungkin diolah sendiri, perlu kerjasama atau pendekatan terpadu dengan pihak lain.
Lima, kualitas hidup SDM ditentukan oleh kualitas komunikasinya -- dengan diri sendiri, dengan sesama/alam dan dengan Tuhannya. Kalau komunikasi dengan diri-sendiri bagus, maka dasarnya memang bagus. Begitu pula, jika komunikasi dengan sesama bagus, maka dasarnya akan baik pula. Dalam hal ini, kesadaran pada keseimbangan yang membuat manusia berdaya. Manusia harus
menyadari bahwa dirinya adalah hardware dan sekaligus software. Kecerdasan, keahlian, keterampilan, dan semua kebanggaan duniawi, tidak lebih dari atribut, bukan tujuan.
Enam, SDM harus siap menerima tanggung jawab sebagai pembelajar, pemimpin dan guru. Sebagai pembelajar yang baik, ia tidak akan pernah berhenti belajar dan mempraktekkan pelajaran yang sudah didapat. Ia pun siap diuji
dan dievaluasi kapan saja. Bila ia seorang pimpinan, selalu menjaga agar tindakannya sesuai dengan ucapannya. Sementara seorang guru, harus bisa membimbing, mengarahkan dan memberi teladan.
Tujuh, daya pribadi akan tumbuh dan berkembang dengan efektif melalui proses
pendidikan yang diikuti dengan penerapan. Dipercayai, hanya tindakan yang membuat perubahan, bukan pikiran atau ide-ide statis belaka. Secemerlang apapun ide itu, tak akan berarti apa-apa bila tidak diimplementasikan.
Tantangan terhadap daya pribadi bukan terletak pada proses transfer of knowledge saja, melainkan juga pada kondisi internal. Jadi, seseorang yang ingin memunculkan daya pribadinya akan berusaha secara aktif mencari
dukungan eksternal. Bukan sebaliknya. Tanpa kemauan besar, mustahil fasilitasi maupun bantuan moral pihak eksternal bisa menyuntik dan memompa daya pribadi. Akhirnya, semua kembali ke kemauan dan kemampuan SDM membuka diri. Swanet.com / Manajemen/Juli 1999 - Dyah Hasto Palupi - Rekan Kantor
Hal ini patut menjadi renungan bagi para pemimpin di perusahaan ini agar karyawan tidak hanya terus menempa daya pribadi sendiri. Karena yang namanya ditempa terus seperti besi kalau ditempa terus akan habis juga. Jangan sampai demikian halnya dengan karyawan di perusahaan yang kita cintai ini. Ok.