Dikirim pada 2015-02-13 17:02:12 Oleh purel
INTI – Selasa 10 Pebruari 2015, Divisi Human Capital Management (HCM) kembali menggelar pelatihan bagi karyawan. Kali ini adalah pelatihan PLTS ( Pembangkit Listrik Tenaga Surya ) di Auditorium lantai 1 GKP INTI. Acara yang dijadwalkan dimulai pada pukul 09.00 wib tertunda hingga 5 menit. Dikarenakan dari 100 kursi yang disediakan panitia baru terisi 51 atau kurang lebih setengah dari seluruh peseta yang terdaftar di pelatihan ini. Meski sedikit terlambat, peserta PLTS berangsur memenuhi ruangan sesaat setelah Kristanta Riyadi selaku Kabag Human Investement membuka acara. Ada 100 peserta yang didominasi kaum laki-laki dengan rincian 93 peserta laki-laki dan 7 peserta perempuan. Dengan kata lain, isu tenaga surya masih memancarkan aura maskulin yang banyak diminati laki-laki. PLTS memang tengah populis dan berpotensi menjadi bisnis masa depan yang berkelanjutan, seperti yang dipaparkan oleh pemateri pada pagi ini , Eris O.R dari Sales Engineering. PLTS telah merambah pasar rumah tangga di Eropa. Kini masyarakat Eropa beralih menggunakan panel surya sebagai kebutuhan pemenuhan listrik sehari-hari. Dengan adanya pelatihan PLTS ini , diharapkan INTI mampu mengembangkan sayapnya di industry tenaga surya Indonesia . Lebih sederhana dari itu, diharapkan karyawan INTI dapat menjadi Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia ( METI ) seperti yang sedang digemborkan oleh pemerintahan Jokowi.
Eris memberikan pemaparan umum tentang PLTS mencakup overview, model, jenis teknologi PV (Photovolteic) dan keunggulan PLTS. Pada dasarnya pemanfaatan teknologi matahari adalah ide tentang energi cahaya yang diubah menjadi energi listrik. Sehingga PLTS lebih tepat disebut pemanfaatan cahaya matahari , bukan panas matahari. Meski kita tahu bahwa panas dan terang menjadi suatu kesatuan energi matahari. Hal ini dibahas karena berkaitan dengan cara kerja, hambatan dan efisiensi PLTS itu sendiri. Panel Surya atau PV yang banyak digunakan adalah jenis mono crystalline silicon, poly/multi crystalline silicon dan thin film. Ketiga jenis ini memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Teknologi crystalline lebih diuntungkan pada banyaknya daya yang dapat ditampung. Mono Crystalline masih lebih unggul dengan efisiensi hingga 19% dari poly crystalline yang berkisar antara 12% - 16%. Namun, Teknologi ini memiliki kelemahan yaitu lebih baik digunakan pada suhu lingkungan yang dingin dengan cahaya yang terang seperti halnya di dataran tinggi. Teknologi Crystalline juga memiliki harga yang cenderung mahal. Selain itu, apabila cuaca buruk atau cahaya redup, penurunan daya cukup signifikan , yaitu hingga 30%. Sementara Teknologi Thin Film diunggulkan karena mampu menghasilkan energi yang stabil dalam jangka waktu yang panjang. Thin Film juga tidak begitu terpengaruh suhu lingkungan, dengan kata lain dapat digunakan di daerah dingin maupun panas. Thin film relative lebih murah. Selain itu, apabila terjadi cuaca buruk penurunan daya relative sedikit atau sekitar 10% dari daya yang mampu dihasilkan pada saat cuaca terang. Namun, efiesiensi Thin Film cukup rendah yaitu sekitar 6% - 12%. Hal ini berpengaruh pada luas lahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi yang besar , maka lahan yang diperlukan hampir 2 kali lipat dari lahan yang dibutuhkan Teknologi Crystalline untuk menghasilkan energi yang sama.
Sesi pertama berlangsung cukup lama. Sayangnya, tema pelatihan sebenarnya snagat menarik ini masih dikemas dalam konsep yang monoton sehingga ada peserta yang mengusulkan agar acara dikemas lebih interaktif. Hal ini diamini oleh peserta-peserta yang lain.
“saya sangat tertarik dengan temanya. Tapi acaranya masih biasa saja. Mungkin lain kali bisa didesain lebih menarik agar tidak monotonâ€, tutur Arinda, satu dari tujuh perempuan yang mengikuti pelatihan ini. Peserta lain juga mengusulkan agar acara sebaiknya dibagi dalam beberapa sesi agar materi dapat diserap maksimal.
Namun, diluar dari kekurangan ini memang sudah menjadi hak karyawan untuk mendapatkan fasilitas pengembangan diri dan berhak berprestasi. Sementara kewajibannya, dimanapun kita berada memberikan karya terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara, semata-mata bukan untuk mengangkat citra lembaga, namun juga mengangkat citra pribadi. Selamat berkarya (PUREL)