Dikirim pada 2013-11-18 17:47:09 Oleh purel

Berita Foto : Senin, 18 November 2013 bertempat di Ruang Auditorium Lt. 1 GKP INTI, Direksi INTI dan Karyawan/ti INTI mengikuti Kuliah Umum "Berbagi Harapan, Menyambut Tantangan Masa Depan" bersama Hary Setyowibowo S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Lanjutan artikel dapat di klik Baca Lebih Lanjut dibawah ini
Filosofi Ember dan Gayung
Senin pagi, 18 November 2013 yang cukup cerah, untuk yang kesekian kalinya Direksi INTI beserta seluruh karyawan/ti bersama-sama mengikuti Kuliah Umum yang bertempat di Ruang Auditorium Lantai 1 GKP INTI.
Dalam Kuliah Umum kali ini, INTI kedatangan seorang psikolog. Pria asal Sukoharjo bernama Hary Setyowibowo yang telah malang melintang dalam pengembangan sumber daya manusia itu berniat berbagi sesuatu, hal yang mungkin dapat mencerahkan kita semua tentang masa depan INTI.
Dengan apik, pria yang menuntaskan pendidikan profesi sekaligus pascasarjana psikologinya di Universitas Padjadjaran ini mengawali paparannya tentang sebuah perusahaan telekomunikasi kelas dunia yang sempat berjaya dalam beberapa dekade silam. Diceritakan betapa sebuah raksasa bisnis telekomunikasi itupun ternyata bisa langsung terpuruk jatuh dan tersingkir oleh perusahaan yang tak pernah diperhitungkan alias sang underdog, Samsung, saat kreasi dan inovasi itu berhenti.
Logikanya, ketika sebuah perusahaan telah mapan, segalanya tentu telah memiliki sistem dan aturan main, bukan? Artinya, setiap hal akan berjalan mengikuti proses yang telah berlangsung dan tidak akan ada satupun yang salah. Namun, mengapa perusahaan besar sekelas Nokia, Siemens, Fuji Film, dan masih banyak lainnya pun tak lepas dari potensi keterpurukan? Apa yang salah? Mungkinkah INTI mengalami hal ini?
Beberapa orang mungkin akan berpendapat bahwa INTI tidak akan pernah terpuruk layaknya kisah Nokia dan kawan-kawan. Apalagi, perusahaan berbasis telekomunikasi dan informasi teknologi ini tengah naik daun karena proyek skala nasional yang ditanganinya. Bahkan, INTI pun memiliki catatan saldo kontrak mencapai Rp7,5 triliun yang disebut merupakan rekor terbesar sepanjang sejarah perusahaan ini. Bukankah ini sebuah prestasi yang luar biasa? “Ini bisa menjadi keunggulan, tapi sekaligus bisa jadi hal yang menjatuhkan kita kalau tidak bisa menanganinya,†ucap Direktur Utama INTI, Tikno Sutisna, saat membuka kuliah umum bertajuk Berbagi Harapan, Menyambut Tantangan Masa Depan, beberapa hari yang lalu.
Sambil sedikit bercerita, target perusahaan yang sudah ditetapkan plus saldo kontrak yang demikian besar ini masih menunggu untuk dituntaskan dalam sisa waktu 1,5 bulan jelang akhir tahun. Berat memang, tapi sebenarnya, apabila setiap orang berkontribusi sesuai perannya, tanpa membuat orang lain harus ‘memberi subsidi’ kerja keras untuk INTI, target itu pasti tercapai. Oleh sebab itu, manajemen pun memutuskan untuk menggelar sebuah mobilisasi karyawan yang bertujuan untuk menuntaskan salah satu proyek sesuai target.
Menyambung isu itu, Hary Setyowibowo bertutur, target adalah awal sebuah kepercayaan dan komitmen dibangun. Penuntasan target akan menjadi bukti bahwa perusahaan itu memiliki kredibilitas. Perusahaan itu memiliki kemampuan, kapabilitas, dan kekuatan untuk dapat dipercaya. “Dan ketika semua proyek yang dipercayakan pada INTI berhasil, ini bukti bahwa INTI kredibel, dapat dipercaya. Sebaliknya, jika gagal, maka inilah momen jatuhnya,†paparnya.
Untuk itu, setiap orang yang ada di lingkup perusahaan ini sebisa mungkin tidak memicu segala hal yang menggiring INTI pada masalah (problem maker). Mengutip buku The Five dysfunctions of a Team yang ditulis oleh Patrick Lencioni , sebuah perusahaan akan secara perlahan mencapai keterpurukannya saat semua karyawannya bertindak sebagai problem maker.
Seperti apa sebenarnya sang problem maker ini? Sebagai contoh ; Saat bekerja, dia tidak menaruh kepercayaan terhadap pihak lain, malahan cenderung untuk mengelola konflik dan tidak berkomitmen. Ketiga hal tersebut secara langsung akan berimplikasi terhadap kepekaan seseorang dalam menjalankan tanggung jawabnya. Imbasnya? Sang biang kerok ini tidak akan peduli dengan apapun yang terjadi pada timnya. Dan ini merupakan salah satu hal yang akan menggerogoti kejayaan sebuah perusahaan.
Setiap karyawan itu seyogianya berpikir layaknya filosofi ember dan gayung. Mengutip materi yang terpapar dalam materi Hary, sebenarnya tergambar bahwa setiap manusia itu ibaratnya memiliki sebuah ember untuk selalu diisi dan gayung untuk mengisi. Saat seseorang mengisikan air dari embernya ke wadah orang lain menggunakan gayungnya, itu menandakan upaya seseorang sebuah kegiatan positif. Hal itu tidak bisa diterjemahkan secara harfiah. Sebab, dalam filosofi ini, setiap kali seseorang memindahkan airnya ke ember orang lain, kegiatan ini setara dengan kian besar pula kontribusinya untuk orang lain. Lalu, bagaimana dengan air untuk embernya sendiri? “Saat kita mengisi ember orang lain, pada gilirannya, kita mengisi milik kita sendiri,†ujar Hary.
Jadi siapkah anda mengisi ember perusahaan ini menggunakan gayung anda? Mari menjadi pemberi solusi, bukan biang kerok. Semangat!! (PUREL)
Portal Aplikasi INTI
