Dikirim pada 2013-06-04 11:31:55 Oleh purel
Bigger than you know..
Masihkah anda memiliki rasa penasaran dalam diri? Sebuah rasa atau keinginan kuat untuk mengetahui sesuatu. Sebaiknya rasa itu masih ada. Sebab, penasaran, ingin tahu, atau curiousity membuat kita tetap ingin belajar, tetap rendah hati, dan tidak angkuh karena merasa tahu segalanya.
Memang tidak mudah untuk membangun hal itu. Biasanya pelajar,mahasiswa, atau orang-orang yang menempuh pendidikan lanjutan memiliki rasa keingintahuan yang cukup besar. Jadi haruskah kita sekolah terus agar keingintahuan itu tetap ada? Bebas. Anda boleh sekolah atau menempuh hal lain agar keingintahuan itu tetap ada. Misalnya, bertanya pada orang lain, bertanyalah sebanyak-banyaknya, layaknya para mahasiswa yang kemarin sempat bertandang ke perusahaan ini.
Kamis pagi, 30 Mei 2013, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) alias INTI kedatangan serombongan mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Setelah sekian lama bertetangga di Kota Bandung, tampaknya perguruan tinggi itu merasa perlu berkunjung ke perusahaan berbasis telekomunikasi dan teknologi informasi itu. Apalagi, katanya, INTI tengah naik pamor. “Teman-teman merasa harus belajar langsung di dunia kerja, tempat teraplikasikannya semua teori, terutama di INTI. Apalagi, sekarang perusahaan ini memang lagi ‘in’,†papar Wahyu Eko Widodo, selaku pimpinan rombongan mahasiswa ITB saat melontarkan niatannya berkunjung ke INTI.
Berita lebih lanjut dapat di Klik Baca Lebih Lanjut di bawah ini
Ya, meski terbilang dekat, lembaga pendidikan itu memang belum pernah secara resmi melakukan kunjungan akademis. Alhasil, sekitar 100 mahasiswa lintas jurusan itupun langsung antusias ketika mengetahui bahwa perusahaan ini memiliki kapabilitas beragam. Mulai dari membuat berbagai macam produk inovatif, menggarap proyek modernisasi jaringan akses telekomunikasi kabel tembaga menjadi fiber optik bermetode trade in trade off (TITO), hingga proyek berskala nasional yang terbaru, yaitu sistem monitoring dan pengendalian bahan bakar minyak (SMP BBM).
Berlokasi di Auditorium Gedung Kantor Pusat (GKP) Lantai 1, Kepala Divisi Pengembangan Produk M. Rachmat Gunawan pun mengawal kunjungan hari itu dengan pemaparan banyak hal. Usai prensentasi menarik tentang konsep bisnis, product genuine, hingga proyek yang digarap perusahaan pelat merah ini, mahasiswa pun langsung antusias mengajukan banyak pertanyaan. Rupanya memang takjub dengan banyaknya hal yang digarap tetangga mereka.
Proyek terbaru INTI yang akan digelar dengan melakukan pemasangan Radio Frequency Identification (RFId) berbentuk ring di leher saluran tangki BBM 100 juta kendaraan itu, menyita seluruh perhatian mereka. Satu, dua, tiga, hingga belasan pertanyaan pun terlontar untuk menelisik soal SMP BBM. Mereka rupanya masih memiliki keingintahuan yang sangat besar. Maklum saja, para mahasiswa ini tengah semangat-semangatnya menggali ilmu di tingkat dua.
Dan, pertanyaan-pertanyaan pun terlempar di tengah sesi tanya jawab itu. Mulai dari soal mekanisme penjatahan BBM, produksi RFId, hingga teknologi perangkat tersebut. Nah, ternyata mahasiswa itupun mendapat ilmu baru. Bahwa, SMP BBM ini akan memberikan semacam kuota pada seluruh kendaraan yang terdaftar di pusat informasi milik PT Pertamina (Persero) dan penambahan konsumsinya akan tercatat secara otomatis di smartcard. Hal ini membuat kendaraan itu bisa mengisi BBM bersubsidi sesuai kuota bulanan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) manapun, di kota manapun. Apabila kendaraan itu mengkonsumsi BBM melebihi kuota bulanan, maka pengguna bisa menggunakan BBM non-bersubsidi hingga bulan berikutnya.
Lalu bagaimana dengan ring RFId? Darimana para pengguna itu mendapatkannya? Pada setahun pertama implementasi SMP BBM, terdapat 100 juta kendaraan meliputi 11 juta mobil penumpang, 80 juta motor, 3 juta bus, dan 6 juta truk yang harus dipasangi RFId. Kita mesti mengimpor perangkat itu dari Luar Negeri karena keterbatasan kapasitas produsen lokal yang ternyata hanya sanggup memproduksi maksimal 500 ribu unit. Nah, pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia akan menggunakan buatan lokal untuk memenuhi pertumbuhan kendaraan sebesar 10% per tahunnya. Ternyata sistem RFId terkait subsidi yang pertama dan terbesar di dunia ini menjadi proyek jangka panjang, selama pertumbuhan kendaraan belum negatif.
Namun, bagaimana dengan pengguna BBM yang tidak menggunakan kendaraan bermotor? Misalnya, nelayan. Sang empunya proyek dan INTI tentu saja sudah memiliki solusi untuk non-vehicle customers tersebut. Para pengguna BBM tanpa kendaraan bermotor itu hanya perlu mendaftar ke Pertamina terdekat, nantinya mereka akan mendapat kartu khusus yang menjadi pengenal saat membeli BBM bersubsidi.
Banyak juga hal yang didapatkan para mahasiswa ITB hari itu. Menutup kunjungan akademisi kala itu, Kepala Bagian Business to Business (B2B) Divisi Pengembangan Produk Parwito, memberikan cuplikan film pendek tentang pentingnya SMP BBM ini untuk keberlangsungan anggaran dan pasokan energi masa depan. Dan mereka pun takjub. Well, everything sometimes bigger than we know.. (PUREL)