Suatu pagi, awan tebal tampak berarak seperti hari-hari sebelumnya. Cuaca tidak cerah, tapi cukup bersinar. Hanya, langit tidak berwarna biru terang. Suasana seperti ini menarik orang-orang untuk tergiur meringkuk di rumah. Meski demikian, seorang pria tua berseragam oranye tetap asyik menyapu di persimpangan Jalan Gatot Subroto.

Entah berapa usianya kini, yang jelas, pria beruban itu sigap menjalani peranannya. Tampak remeh memang, tapi dia tetap melakukan pekerjaannya tanpa menuntut upah berlebih. Dengan senang hati dia menyapu semua sampah yang acapkali kembali terbawa angin. Mungkin pernah juga kita dengar kisah sang relawan pemungut sampah. Berbekal sapu, linggis, dan pengumpul sampah, Sariban yang berusia 69 tahun itu bersepeda menyusuri jalan di pusat kota setiap harinya. Berapa upah yang didapatnya? Dia sama sekali tidak menerima bayaran.

sambungan artikel dapat di klik Baca Lebih Lanjut dibawah ini
Bagaimana dengan kita? Betapa beruntungnya kita yang masih bisa merasakan limpahan apresiasi. Hanya, apakah apresiasi yang kita dapat itu berbanding lurus dengan kontribusi yang kita berikan? Cobalah kita bertanya pada diri masing-masing.

Namun, perlu diingat, jangan pula langsung menyamaratakan beban pekerjaan semua orang. Jangan merasa lebih cerdas hanya lantaran sanggup menciptakan sebuah mahakarya. Sebab, mahakarya hanya sebuah rongsokan apabila tidak dikomersialkan atau dimanfaatkan pihak lain. Juga jangan merasa paling gagah karena sukses menyelesaikan sebuah proyek. Sejatinya, keberhasilan itu tidak datang tiba-tiba di hilir bisnis.



Layaknya sungai besar, air jernih tidak menggenang tiba-tiba. Air itu datang dari hulu sungai kemudian mengalir melalui anak sungai hingga akhirnya bermuara di sungai besar. Adilkah jika kita meniadakan peran sang anak sungai yang mengisi ceruk sungai besar?

Lalu adilkah apabila kita menyanjung tokoh-tokoh tertentu yang dianggap paling berkontribusi terhadap kebersihan Bandung tanpa menghiraukan ketulusan sang penyapu jalan dan Sariban? Padahal, mereka dengan tekun melaksanakan peranannya tanpa merasa merekalah kontributor kesuksesan Bandung.

Berbuatlah tulus, tanpa merasa lebih unggul ketimbang lainnya. Sebab, setiap orang memiliki porsi dan perannya masing-masing. Cobalah untuk tahu. Cobalah untuk mengerti. Berbuatlah begitu.

Berdirilah sejajar, tapi jangan tinggikan dagumu. Duduklah bersama, tapi jangan topangkan kakimu. Datanglah setiap hari untuk bekerja sepenuh hati. Pergilah kau berkarya dan kembali ke INTI. Karena inilah tempatmu bernaung. Inilah rumahmu. This is a place you call home (PUREL/DP)


"POJOK INTI : 'a place you call home'"   |   Dibaca 176 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar