Dikirim pada 2010-03-15 12:21:10 Oleh admin
Pada hari Rabu 10 Maret 2010, di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta telah diadakan "Seminar Transparansi BUMN dalam Implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik".
Seminar yang menghadirkan Mustafa Abubakar (Menteri BUMN) selaku keynote speaker ini membahas UU No. 14 tahun 2008 (UU KIP) baik dari aspek filosofis maupun implementasinya. Undang-undang ini akan mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010 mendatang.
Penerbitan undang-undang tersebut bermakna adanya jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sesuai dengan konstitusi, sehingga pemerintah diharapkan dapat mewujudkan tatanan pemerintahan yang baik, di mana salah satu syarat mencapai pemerintahan yang bersih adalah tersedianya keterbukaan informasi publik. Sebagai gambaran, di seluruh dunia saat ini sudah ada 90 negara yang memiliki undang-undang tentang keterbukaan informasi, dan di Asia adalah India, Jepang, Nepal, Thailand dan Indonesia.
UU KIP mengatur keterbukaan informasi badan publik, di mana setiap badan publik wajib secara hukum membuka informasi-informasi tertentu kepada publik, dan di lain pihak tidak membuka informasi yang bersifat rahasia. Apabila suatu badan publik dengan sengaja melanggar undang-undang tersebut dan berakibat merugikan orang lain, maka badan publik tersebut dapat dikenai sanksi pidana kurungan dan denda.
UU KIP memberikan batasan bahwa lingkup badan publik meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, dan badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau oganisasi non-pemerintah sepanjang sebagian dan/atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Berkenaan dengan BUMN, sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu, BUMN tergolong sebagai badan publik yang bersifat temporer, yang pada hakekatnya berperan sebagai badan usaha yang melaksanakan tugas dari pemerintah dan/atau sebagai badan usaha penerima subsidi (PSO), dan karena subsidi bersumber dari APBN/APBD, maka BUMN dapat diakses informasinya oleh publik, namun terbatas.
Asas keterbukaan informasi publik
Dalam pasal 2 UU KIP disebutkan, bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Sedangkan informasi publik â€yang dikecualikan†bersifat ketat dan terbatas, bersifat rahasia seuai dengan undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Kewajiban badan publik
Pasal 7 UU KIP menyebutkan bahwa kewajiban badan publik adalah (1) menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik selain informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan, (2) menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan, (3) membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumetasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah, (4) membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik, (5) mempertimbangkan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau hankam negara, (6) memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-elektronik, (7) menyusun kearsipan dan pendokumentasian informasi publik.
Hak badan publik
Menurut Pasal 6 UU KIP, badan publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan, berhak menolak memberikan informasi publik apabila (1) tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, (2) membahayakan negara, (3) berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan, (4) berkaitan dengan hak-hak pribadi, dan (5) informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Hak dan kewajiban pemohon & pengguna informasi publik
Sesuai pasal 4 UU KIP, setiap orang berhak memperoleh informasi publik, mendapatkan salinan dan menyebarluaskan informasi publik serta mengajukan gugatan bila hak atas permintaan informasinya dilanggar. Di pihak lain, pemohon dan pengguna informasi publik berkewajiban (sesuai pasal 5 UU KIP) untuk menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah ditetakan dan mencantumkan sumber informasi yang diterima.
Jenis informasi publik
Jenis informasi publik yang wajib disediakan badan publik, terdiri dari (1) informasi yang wajib diumumkan secara berkala, (2) informasi yang wajib diumumkan serta merta dan (3) informasi yang wajib tersedia setiap saat.
1. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala
Informasi dalam kategori 1 meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, kegiatan dan kinerja badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penyampaian informasi berkala ini dilakukan paling singkat 6 bulan sekali dan harus dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
2. Informasi yang wajib diumumkan serta merta
Informasi dalam kategori 2 ini meliputi informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Penyampaian informasi publik ini harus disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau dan dipahami masyarakat.
3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat
Informasi dalam kategori 3 ini meliputi seluruh informasi publik badan publik, dan tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Yang termasuk informasi yang wajib tersedia setiap saat adalah informasi hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya, seluruh kebijakan yang ada termasuk dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek/perkiraan pengeluaran badan publik, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, informasi dan kebijakan pejabat yang disampaikan dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, prosedur kerja pegawai badan publik yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, dan laporan pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP ini.
Informasi yang dikecualikan
Informasi yang dikecualikan bagi badan publik (pasal 17 UU KIP), adalah informasi yang apabila dibuka dan diberikan, dapat mengakibatkan hal-hal (1) menghambat proses penegakan hukum, (2) mengganggu kepentingan perlindungan HAKI dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, (3) membahayakan hankam negara, (4) dapat mengungkapkan kekayaan alam indonesia, (5) merugikan ketahanan ekonomi nasional, (6) merugikan kepentingan hubungan luar negeri, (7) mengungkap isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, (6) dapat mengungkap rahasia pribadi seseorang.
Termasuk dalam kategori dikecualikan menurut Pasal 17 adalah memo internal atau surat antar badan publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan pengadilan, dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang. Informasi yang dikecualikan tidak bersifat permanen (memiliki jangka waktu). Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP).
Kebolehan mengakses informasi yang dikecualikan
Informasi yang dikecualikan yang menyangkut data pribadi seseorang (privasi) dapat dibuka jika pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis, atau jika pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
Dalam hal kepentingan perkara pidana, informasi yang dikecualikan dapat dibuka dengan permintaan izin kepada Presiden, diajukan oleh Kapolri, Jaksa Agung, Ketua MA, Ketua KPK dan/atau lembaga penegak hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam hal kepentingan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara, dengan permintaan izin kepada Presiden, diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara.
Mekanisme memperoleh informasi publik
Pada dasarnya, untuk memperoleh informasi publik yang didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu dan biaya ringan. Pemohon dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh informasi publik kepada badan publik secara tertulis maupun lisan. Pemohon hendaknya mencantumkan jenis informasi yang diinginkan, alasan permohonan informasi, dan wajib mencantumkan identitas yang jelas sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga yang dimintai informasi.
Penanggung jawab pengelolaan informasi (PPID)
Menurut UU KIP, badan publik harus menunjuk Pejabat struktural Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dengan dibantu oleh pejabat fungsional. Pada prakteknya PPID dapat melekat pada fungsi unit kerja yang sudah ada, seperti Sekretariat Perusahaan atau unit lain yang ditunjuk, sesuai dengan kebutuhan organisasi masing-masing badan publik.
PPID bertugas (1) melakukan penyimpanan, dokumentasi, dan penyediaan informasi publik di instansinya, (2) melaksanakan pelayanan informasi publik yang cepat, tepat dan sederhana di instansinya, (3) menetapkan prosedur operasional penyebarluasan informasi publik di instansinya (4) melakukan uji konsekuensi sebelum menyatakan informasi tertentu dikecualikan untuk diakses publik, (5) menetapkan pengklasifikasian informasi, dan (6) menetapkan informasi yang dikecualikan yang telah habis jangka waktu pengecualiannya sebagai informasi publik yang dapat diakses.
Sengketa informasi dan Komisi Informasi
Apabila terjadi sengketa antara pemohon/pengguna informasi publik dengan badan publik, maka sebelum ditempuh jalur hukum melalui pengadilan, kasus tersebut akan dimediasi terlebih dahulu oleh suatu lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya. Lembaga ini disebut dengan Komite Informasi. Komisi ini juga bertugas untuk menetapkan petunjuk teknis (juknis) standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non-litigasi. Komisi Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Propinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota.
Ada beberapa alasan bagi pemohon informasi publik untuk mengajukan keberatan terhadap hambatan mendapatkan informasi (Pasal 35 UU KIP), yaitu (1) penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian pasal 17, (2) tidak disediakannya informasi berkala, (3) tidak ditanggapinya permintaan informasi, (4) permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta, (5) tidak dipenuhinya permintaan informasi, (6) pengenaan biaya yang tidak wajar, (7) penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU ini. Mekanisme pengajuan keberatan/komplain diatur dalam Pasal 36 UU KIP. Dan jika tanggapan atasan PPID tidak memuaskan pemohon informasi publik, dalam waktu paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya alasan dapat diajukanj ke Komisi Informasi.
Ketentuan Pidana
Apabila langkah mediasi dan ajudikasi non-litigasi melalui Komisi Informasi tidak memuaskan pemohon informasi publik, maka pemohon informasi publik dapat mengajukan gugatan ke PN (apabila yang digugat bukan lembaga negara) atau PTUN (apabila yang digugat adalah lembaga negara). Sanksi pidana bagi pelanggar UU KIP terdapat dalam Pasal 51 sampai 57 UU KIP.
BUMN dan keterbukaan informasi
Sebelum munculnya UU KIP, BUMN telah diikat oleh kaidah-kaidah transparansi dan keterbukaan informasi. Antara lain adalah UU No. 19/2003 tentang BUMN, UU No.8/1995 tentang Pasar Modal, Kepmen BUMN No.KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG. Pasal 28 SK GCG ini mengatur bahwa BUMN wajib mengungkapkan 12 elemen informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangan BUMN kepada pemegang saham/pemilik modal, dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan obyektif. Sementara aturan BUMN terkait informasi yang dikecualikan terdapat dalam UU. No. 19/2003 tentang BUMN dan UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang.
Berbagai regulasi yang telah disebutkan di atas, yaitu UU BUMN, UU Pasar Modal, UU Rahasia Dagang, dan SK GCG, semua mengatur tentang keterbukaan informasi. Perbedaannya dengan UU KIP, dalam peraturan-peraturan tersebut tidak diatur hal-hal mengenai (1) klasifikasi informasi, (2) manajemen pengelolaan dan pelayanan informasi dan (3) sanksi pidana terkait keterbukaan informasi.
BUMN dalam UU KIP
Dalam UU KIP, BUMN mempunyai kewajiban untuk menyediakan informasi publik yang bersifat terbatas, sebagaimana diatur dalam pasal 14 UU KIP, di mana terdapat 14 informasi publik yang harus disediakan oleh BUMN. Informasi publik yang dimaksud dalam UUK KIP Pasal 14 tersebut adalah sbb:
1. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar.
2. Nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan.
3. Laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba-rugi dan laporan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit.
4. Hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya.
5. Sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi.
6. Mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas.
7. Kasus hukum yang berdasarkan undang-undang terbuka sebagai informasi publik.
8. Pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.
9. Pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang.
10. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan.
11. Perubahan tahun fiskal perusahaan.
12. Kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi.
13. Mekanisme pengadaan barang dan jasa, dan/atau
14. Informasi lain yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara (dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-Undang yang mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha milik negara yang berlaku umum bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut).
Bagaimana INTI menyikapi hal ini?
UU KIP akan mulai diberlakukan pada tanggal 30 April 2010. Artinya, tersedia waktu sekitar 35 hari kerja bagi INTI untuk mempersiapkan dan memperkuat sistem internal, meliputi pemetaan stakeholder, analisis & simulasi kebutuhan informasi publik, penyiapan data & informasi yang dibutuhkan publik, penyiapan organisasi (terkait fungsi PPID), penyiapan infrastruktur pelayanan informasi, penyiapan sistem, mekanisme, alur pengelolaan dan pelayanan informasi (termasuk penyusunan juklak dan juknis standar pelayanan informasi publik, perencanaan anggaran terkait akses informasi publik), penggalangan komitmen dan dukungan pimpinan dalam bentuk regulasi, serta sosialisasi internal UU KIP untuk mendapatkan dukungan dari seluruh unit kerja.
Dalam jangka pendek, yang sangat mendesak untuk segera dilakukan adalah membuat organisasi sederhana (minimal pokja) yang bertugas melakukan pengumpulan dan pengelolaan data/informasi, memutakhirkan website, menyusun sistem, mekanisme dan alur pengelolaan dan pelayanan informasi, menyiapkan SDM personil organisasi, serta menyiapkan infrastruktur.
Dalam jangka panjang, dibuat organisasi permanen berupa unit kerja khusus pelayanan BUMN dengan jenjang/alur birokrasi yang sederhana, cepat dan tepat waktu. Unit tersebut bisa dinamakan media center, call center, pusat informasi dan komunikasi, badan informasi publik atau sebutan lainnya. Termasuk dalam hal ini penunjukan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).
Peran Humas dalam UU KIP
Sebenarnya, saat ini fungsi pengelolaan dan pelayanan informasi sudah dilaksanakan di beberapa humas BUMN, termasuk INTI, walaupun belum begitu optimal. Oleh karena itu humas BUMN harus berupaya meningkatkan kapasitasnya agar bisa melaksanakan pelayanan informasi publik yang diamanatkan UU KIP.
Humas idealnya menjadi pihak yang bertanggung jawab mempublikasikan secara rutin dan aktual berbagai informasi publik serta memastikan publik mendapatkan akses informasi secara cepat, akurat dan mudah dipahami. Selain itu humas perlu berperan dalam membantu pejabat badan publik dalam memberi pertimbangan mengenai uji konsekuensi untuk menetapkan informasi yang dikecualikan dengan prinsip â€memberikan informasi sebanyak-banyaknya, dengan pengecualian yang terbatas†(maximum access, limited exemption).
Yang sangat mendesak segera dilakukan humas adalah mensosialisasikan keberadaan UU KIP di kalangan internal badan publik. Bentuknya bisa berupa workshop UU KIP untuk para pimpinan, sosialiasi di media informasi internal mapun rapat-rapat internal.
(Humas/S. David, diolah dari berbagai sumber)
Seminar yang menghadirkan Mustafa Abubakar (Menteri BUMN) selaku keynote speaker ini membahas UU No. 14 tahun 2008 (UU KIP) baik dari aspek filosofis maupun implementasinya. Undang-undang ini akan mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010 mendatang.
Penerbitan undang-undang tersebut bermakna adanya jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi sesuai dengan konstitusi, sehingga pemerintah diharapkan dapat mewujudkan tatanan pemerintahan yang baik, di mana salah satu syarat mencapai pemerintahan yang bersih adalah tersedianya keterbukaan informasi publik. Sebagai gambaran, di seluruh dunia saat ini sudah ada 90 negara yang memiliki undang-undang tentang keterbukaan informasi, dan di Asia adalah India, Jepang, Nepal, Thailand dan Indonesia.
UU KIP mengatur keterbukaan informasi badan publik, di mana setiap badan publik wajib secara hukum membuka informasi-informasi tertentu kepada publik, dan di lain pihak tidak membuka informasi yang bersifat rahasia. Apabila suatu badan publik dengan sengaja melanggar undang-undang tersebut dan berakibat merugikan orang lain, maka badan publik tersebut dapat dikenai sanksi pidana kurungan dan denda.
UU KIP memberikan batasan bahwa lingkup badan publik meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, dan badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau oganisasi non-pemerintah sepanjang sebagian dan/atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Berkenaan dengan BUMN, sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu, BUMN tergolong sebagai badan publik yang bersifat temporer, yang pada hakekatnya berperan sebagai badan usaha yang melaksanakan tugas dari pemerintah dan/atau sebagai badan usaha penerima subsidi (PSO), dan karena subsidi bersumber dari APBN/APBD, maka BUMN dapat diakses informasinya oleh publik, namun terbatas.
Asas keterbukaan informasi publik
Dalam pasal 2 UU KIP disebutkan, bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Sedangkan informasi publik â€yang dikecualikan†bersifat ketat dan terbatas, bersifat rahasia seuai dengan undang-undang, kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Kewajiban badan publik
Pasal 7 UU KIP menyebutkan bahwa kewajiban badan publik adalah (1) menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik selain informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan, (2) menyediakan informasi publik yang akurat, benar dan tidak menyesatkan, (3) membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumetasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien, sehingga dapat diakses dengan mudah, (4) membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas informasi publik, (5) mempertimbangkan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau hankam negara, (6) memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-elektronik, (7) menyusun kearsipan dan pendokumentasian informasi publik.
Hak badan publik
Menurut Pasal 6 UU KIP, badan publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan, berhak menolak memberikan informasi publik apabila (1) tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, (2) membahayakan negara, (3) berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan, (4) berkaitan dengan hak-hak pribadi, dan (5) informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Hak dan kewajiban pemohon & pengguna informasi publik
Sesuai pasal 4 UU KIP, setiap orang berhak memperoleh informasi publik, mendapatkan salinan dan menyebarluaskan informasi publik serta mengajukan gugatan bila hak atas permintaan informasinya dilanggar. Di pihak lain, pemohon dan pengguna informasi publik berkewajiban (sesuai pasal 5 UU KIP) untuk menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah ditetakan dan mencantumkan sumber informasi yang diterima.
Jenis informasi publik
Jenis informasi publik yang wajib disediakan badan publik, terdiri dari (1) informasi yang wajib diumumkan secara berkala, (2) informasi yang wajib diumumkan serta merta dan (3) informasi yang wajib tersedia setiap saat.
1. Informasi yang wajib diumumkan secara berkala
Informasi dalam kategori 1 meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, kegiatan dan kinerja badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penyampaian informasi berkala ini dilakukan paling singkat 6 bulan sekali dan harus dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
2. Informasi yang wajib diumumkan serta merta
Informasi dalam kategori 2 ini meliputi informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Penyampaian informasi publik ini harus disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau dan dipahami masyarakat.
3. Informasi yang wajib tersedia setiap saat
Informasi dalam kategori 3 ini meliputi seluruh informasi publik badan publik, dan tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Yang termasuk informasi yang wajib tersedia setiap saat adalah informasi hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya, seluruh kebijakan yang ada termasuk dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek/perkiraan pengeluaran badan publik, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, informasi dan kebijakan pejabat yang disampaikan dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, prosedur kerja pegawai badan publik yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, dan laporan pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP ini.
Informasi yang dikecualikan
Informasi yang dikecualikan bagi badan publik (pasal 17 UU KIP), adalah informasi yang apabila dibuka dan diberikan, dapat mengakibatkan hal-hal (1) menghambat proses penegakan hukum, (2) mengganggu kepentingan perlindungan HAKI dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, (3) membahayakan hankam negara, (4) dapat mengungkapkan kekayaan alam indonesia, (5) merugikan ketahanan ekonomi nasional, (6) merugikan kepentingan hubungan luar negeri, (7) mengungkap isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, (6) dapat mengungkap rahasia pribadi seseorang.
Termasuk dalam kategori dikecualikan menurut Pasal 17 adalah memo internal atau surat antar badan publik yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan pengadilan, dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang. Informasi yang dikecualikan tidak bersifat permanen (memiliki jangka waktu). Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP).
Kebolehan mengakses informasi yang dikecualikan
Informasi yang dikecualikan yang menyangkut data pribadi seseorang (privasi) dapat dibuka jika pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis, atau jika pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
Dalam hal kepentingan perkara pidana, informasi yang dikecualikan dapat dibuka dengan permintaan izin kepada Presiden, diajukan oleh Kapolri, Jaksa Agung, Ketua MA, Ketua KPK dan/atau lembaga penegak hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam hal kepentingan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara, dengan permintaan izin kepada Presiden, diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara.
Mekanisme memperoleh informasi publik
Pada dasarnya, untuk memperoleh informasi publik yang didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu dan biaya ringan. Pemohon dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh informasi publik kepada badan publik secara tertulis maupun lisan. Pemohon hendaknya mencantumkan jenis informasi yang diinginkan, alasan permohonan informasi, dan wajib mencantumkan identitas yang jelas sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga yang dimintai informasi.
Penanggung jawab pengelolaan informasi (PPID)
Menurut UU KIP, badan publik harus menunjuk Pejabat struktural Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dengan dibantu oleh pejabat fungsional. Pada prakteknya PPID dapat melekat pada fungsi unit kerja yang sudah ada, seperti Sekretariat Perusahaan atau unit lain yang ditunjuk, sesuai dengan kebutuhan organisasi masing-masing badan publik.
PPID bertugas (1) melakukan penyimpanan, dokumentasi, dan penyediaan informasi publik di instansinya, (2) melaksanakan pelayanan informasi publik yang cepat, tepat dan sederhana di instansinya, (3) menetapkan prosedur operasional penyebarluasan informasi publik di instansinya (4) melakukan uji konsekuensi sebelum menyatakan informasi tertentu dikecualikan untuk diakses publik, (5) menetapkan pengklasifikasian informasi, dan (6) menetapkan informasi yang dikecualikan yang telah habis jangka waktu pengecualiannya sebagai informasi publik yang dapat diakses.
Sengketa informasi dan Komisi Informasi
Apabila terjadi sengketa antara pemohon/pengguna informasi publik dengan badan publik, maka sebelum ditempuh jalur hukum melalui pengadilan, kasus tersebut akan dimediasi terlebih dahulu oleh suatu lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya. Lembaga ini disebut dengan Komite Informasi. Komisi ini juga bertugas untuk menetapkan petunjuk teknis (juknis) standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non-litigasi. Komisi Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Propinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota.
Ada beberapa alasan bagi pemohon informasi publik untuk mengajukan keberatan terhadap hambatan mendapatkan informasi (Pasal 35 UU KIP), yaitu (1) penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian pasal 17, (2) tidak disediakannya informasi berkala, (3) tidak ditanggapinya permintaan informasi, (4) permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta, (5) tidak dipenuhinya permintaan informasi, (6) pengenaan biaya yang tidak wajar, (7) penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU ini. Mekanisme pengajuan keberatan/komplain diatur dalam Pasal 36 UU KIP. Dan jika tanggapan atasan PPID tidak memuaskan pemohon informasi publik, dalam waktu paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya alasan dapat diajukanj ke Komisi Informasi.
Ketentuan Pidana
Apabila langkah mediasi dan ajudikasi non-litigasi melalui Komisi Informasi tidak memuaskan pemohon informasi publik, maka pemohon informasi publik dapat mengajukan gugatan ke PN (apabila yang digugat bukan lembaga negara) atau PTUN (apabila yang digugat adalah lembaga negara). Sanksi pidana bagi pelanggar UU KIP terdapat dalam Pasal 51 sampai 57 UU KIP.
BUMN dan keterbukaan informasi
Sebelum munculnya UU KIP, BUMN telah diikat oleh kaidah-kaidah transparansi dan keterbukaan informasi. Antara lain adalah UU No. 19/2003 tentang BUMN, UU No.8/1995 tentang Pasar Modal, Kepmen BUMN No.KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG. Pasal 28 SK GCG ini mengatur bahwa BUMN wajib mengungkapkan 12 elemen informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangan BUMN kepada pemegang saham/pemilik modal, dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan obyektif. Sementara aturan BUMN terkait informasi yang dikecualikan terdapat dalam UU. No. 19/2003 tentang BUMN dan UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang.
Berbagai regulasi yang telah disebutkan di atas, yaitu UU BUMN, UU Pasar Modal, UU Rahasia Dagang, dan SK GCG, semua mengatur tentang keterbukaan informasi. Perbedaannya dengan UU KIP, dalam peraturan-peraturan tersebut tidak diatur hal-hal mengenai (1) klasifikasi informasi, (2) manajemen pengelolaan dan pelayanan informasi dan (3) sanksi pidana terkait keterbukaan informasi.
BUMN dalam UU KIP
Dalam UU KIP, BUMN mempunyai kewajiban untuk menyediakan informasi publik yang bersifat terbatas, sebagaimana diatur dalam pasal 14 UU KIP, di mana terdapat 14 informasi publik yang harus disediakan oleh BUMN. Informasi publik yang dimaksud dalam UUK KIP Pasal 14 tersebut adalah sbb:
1. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar.
2. Nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan.
3. Laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba-rugi dan laporan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit.
4. Hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya.
5. Sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi.
6. Mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas.
7. Kasus hukum yang berdasarkan undang-undang terbuka sebagai informasi publik.
8. Pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.
9. Pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang.
10. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan.
11. Perubahan tahun fiskal perusahaan.
12. Kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi.
13. Mekanisme pengadaan barang dan jasa, dan/atau
14. Informasi lain yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara (dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-Undang yang mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha milik negara yang berlaku umum bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut).
Bagaimana INTI menyikapi hal ini?
UU KIP akan mulai diberlakukan pada tanggal 30 April 2010. Artinya, tersedia waktu sekitar 35 hari kerja bagi INTI untuk mempersiapkan dan memperkuat sistem internal, meliputi pemetaan stakeholder, analisis & simulasi kebutuhan informasi publik, penyiapan data & informasi yang dibutuhkan publik, penyiapan organisasi (terkait fungsi PPID), penyiapan infrastruktur pelayanan informasi, penyiapan sistem, mekanisme, alur pengelolaan dan pelayanan informasi (termasuk penyusunan juklak dan juknis standar pelayanan informasi publik, perencanaan anggaran terkait akses informasi publik), penggalangan komitmen dan dukungan pimpinan dalam bentuk regulasi, serta sosialisasi internal UU KIP untuk mendapatkan dukungan dari seluruh unit kerja.
Dalam jangka pendek, yang sangat mendesak untuk segera dilakukan adalah membuat organisasi sederhana (minimal pokja) yang bertugas melakukan pengumpulan dan pengelolaan data/informasi, memutakhirkan website, menyusun sistem, mekanisme dan alur pengelolaan dan pelayanan informasi, menyiapkan SDM personil organisasi, serta menyiapkan infrastruktur.
Dalam jangka panjang, dibuat organisasi permanen berupa unit kerja khusus pelayanan BUMN dengan jenjang/alur birokrasi yang sederhana, cepat dan tepat waktu. Unit tersebut bisa dinamakan media center, call center, pusat informasi dan komunikasi, badan informasi publik atau sebutan lainnya. Termasuk dalam hal ini penunjukan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi).
Peran Humas dalam UU KIP
Sebenarnya, saat ini fungsi pengelolaan dan pelayanan informasi sudah dilaksanakan di beberapa humas BUMN, termasuk INTI, walaupun belum begitu optimal. Oleh karena itu humas BUMN harus berupaya meningkatkan kapasitasnya agar bisa melaksanakan pelayanan informasi publik yang diamanatkan UU KIP.
Humas idealnya menjadi pihak yang bertanggung jawab mempublikasikan secara rutin dan aktual berbagai informasi publik serta memastikan publik mendapatkan akses informasi secara cepat, akurat dan mudah dipahami. Selain itu humas perlu berperan dalam membantu pejabat badan publik dalam memberi pertimbangan mengenai uji konsekuensi untuk menetapkan informasi yang dikecualikan dengan prinsip â€memberikan informasi sebanyak-banyaknya, dengan pengecualian yang terbatas†(maximum access, limited exemption).
Yang sangat mendesak segera dilakukan humas adalah mensosialisasikan keberadaan UU KIP di kalangan internal badan publik. Bentuknya bisa berupa workshop UU KIP untuk para pimpinan, sosialiasi di media informasi internal mapun rapat-rapat internal.
(Humas/S. David, diolah dari berbagai sumber)