Dikirim pada 2009-11-20 09:58:31 Oleh admin
Pemerintah melalui Ditjen Postel semakin memperketat pengawasan penggunaan frekuensi radio. Melalui pelucuran Sistem Pengelolaan Frekuensi Radio (SPFR) Tahap I di Graha Postel Surabaya kemarin (10/11), diharapkan pengguna frekuensi ilegal berkurang. Ini seiring terjaminnya pemegang hak mendapatkan kanal frekuensi radio secara maksimal.
Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Postel Tulus Rahardjo menjelaskan, pihaknya memang memiliki fungsi pokok di bidang penyelenggaraan pos dan telekomunikasi nasional. Yakni fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian. Penerapan tiga pokok itu salah satunya melalui pengadaan perangkat sistem monitoring frekuensi radio. Dan sebagai tahap awal, pihaknya melakukan soft launching SPRF untuk Surabaya dan beberapa kota sekitar.
"Sistem ini bisa melakukan pengukuran, pemantauan, dan pencatatan frekuensi radio di Surabaya dan kota-kota sekitarnya," kata Tulus.
Tulus menjelaskan, Surabaya dan sekitarnya dipilih, karena kota-kota tersebut memiliki tingkat penggunaan frekuensi radio yang tinggi. Dan pemenang tender SPFR tahap I yang menyediakan perangkat serta integrasinya adalah, PT Industri Telekomunikasi Indonesia. Untuk tahun ini, Ditjen Postel mengalokasikan sekitar Rp 40 miliar untuk launching SPFR Tahap I. Jumlahnya akan bertambah menjadi Rp 80 miliar pada 2010 untuk membangun Sistem Pengelolaan Frekuensi Radio (SPFR) di berbagai kota di Jawa maupun luar Jawa.
"Adanya sistem tersebut membuat Ditjen Postel bisa menertibkan penggunaan frekuensi radio illegal. Ini juga akan melindungi pemegang frekuensi radio legal dari illegal, sehingga mereka bisa menggunakan haknya dengan maksimal tanpa gangguan," ungkapnya.
Penertiban ini diharapkan juga bisa mengalihkan penggunaan frekuensi radio illegal menjadi legal. Dengan begitu, potensi pendapatan negara lewat dari Biaya Hak Pengelolaan (BHP) frekuensi radio meningkat. Menurut Tulus, pada 2008 lalu, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari frekuensi radio mencapai Rp 7 triliun. "Tahun ini diharapkan bisa naik 10 persen dari pencapain tahun lalu," timpalnya.
Manfaat lainnya dari penerapan SPFR adalah, proses perizinan frekuensi radio bisa dipercepat. Sebab proses teknis sudah dilakukan dengan teknologi dan bukannya secara manual seperti sebelumnya.
Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Postel Tulus Rahardjo menjelaskan, pihaknya memang memiliki fungsi pokok di bidang penyelenggaraan pos dan telekomunikasi nasional. Yakni fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian. Penerapan tiga pokok itu salah satunya melalui pengadaan perangkat sistem monitoring frekuensi radio. Dan sebagai tahap awal, pihaknya melakukan soft launching SPRF untuk Surabaya dan beberapa kota sekitar.
"Sistem ini bisa melakukan pengukuran, pemantauan, dan pencatatan frekuensi radio di Surabaya dan kota-kota sekitarnya," kata Tulus.
Tulus menjelaskan, Surabaya dan sekitarnya dipilih, karena kota-kota tersebut memiliki tingkat penggunaan frekuensi radio yang tinggi. Dan pemenang tender SPFR tahap I yang menyediakan perangkat serta integrasinya adalah, PT Industri Telekomunikasi Indonesia. Untuk tahun ini, Ditjen Postel mengalokasikan sekitar Rp 40 miliar untuk launching SPFR Tahap I. Jumlahnya akan bertambah menjadi Rp 80 miliar pada 2010 untuk membangun Sistem Pengelolaan Frekuensi Radio (SPFR) di berbagai kota di Jawa maupun luar Jawa.
"Adanya sistem tersebut membuat Ditjen Postel bisa menertibkan penggunaan frekuensi radio illegal. Ini juga akan melindungi pemegang frekuensi radio legal dari illegal, sehingga mereka bisa menggunakan haknya dengan maksimal tanpa gangguan," ungkapnya.
Penertiban ini diharapkan juga bisa mengalihkan penggunaan frekuensi radio illegal menjadi legal. Dengan begitu, potensi pendapatan negara lewat dari Biaya Hak Pengelolaan (BHP) frekuensi radio meningkat. Menurut Tulus, pada 2008 lalu, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari frekuensi radio mencapai Rp 7 triliun. "Tahun ini diharapkan bisa naik 10 persen dari pencapain tahun lalu," timpalnya.
Manfaat lainnya dari penerapan SPFR adalah, proses perizinan frekuensi radio bisa dipercepat. Sebab proses teknis sudah dilakukan dengan teknologi dan bukannya secara manual seperti sebelumnya.