Suatu hari seorang teman memberikan komentar kepada saya tentang tulisan yang dibacanya di Jaring. Tepatnya tulisan-tulisan yang ada di kafegaul-nya Jaring.

Menurut pendapatnya, tulisan di Jaring hanya diisi oleh beberapa orang karyawan tertentu saja. Mungkin tak lebih dari 3% jumlah karyawan INTI. Jika saat ini jumlah karyawan INTI adalah 694 orang, berarti tak lebih dari 21 orang yang pernah atau suka menulis di Jaring.

Teman ini juga mengatakan bahwa dia selalu menyempatkan diri untuk membaca Jaring setiap hari jika tidak sedang dinas luar.

"Jika tidak membaca Jaring, rasanya dalam hidup ini seperti ada yang kurang. Bagaikan sayur tanpa garam", katanya dengan raut wajah serius.
"Semenjak Pak Irfan menulis di Jaring, mulai saat itulah saya selalu membuka dan membaca semua informasi yang ada di Jaring. Cuma sayang, diskusi yang kadang telah mulai mengalir untuk membahas satu topik, tiba-tiba terhenti. Terhentinya diskusi tersebut karena salah seorang komentator membelokkan arah materi diskusi ke topik lain. Atau boleh jadi karena semua orang ingin menjadi moderator, sehingga tak tentu arah," rekan ini menambahkan.

Saya balik bertanya, "apakah anda pernah menulis di Jaring?, atau apakah anda pernah memberikan pendapat tentang suatu topik yang telah anda baca?, atau seberapa besar menurut pendapat anda tentang efektifitas media Jaring?"

Diberondong dengan tiga pertanyaan sekaligus teman ini sempat kaget, tapi cuma sebentar karena dengan cepat dia berhasil mengendalikan diri dan tersenyum.

"Sebenarnya banyak yang ingin saya sampaikan di Jaring, sebenarnya ada beberapa hal yang mau dan perlu saya komentari dari topik-topik yang ditulis oleh rekans yang lain, tetapi saya tidak bisa menuliskannya. Saya hanya bisa mengatakan kepada anda apa yang saya rasakan, apa yang saya ingin katakan, tetapi sekali lagi saya tidak bisa menuliskannya", begitu jawabannya.

"Sudahkah anda coba untuk menulis apa yang sedang anda pikirkan dan hendak anda katakan?", saya bertanya untuk kedua kalinya.

Rekan ini menjawab dengan dengan cepat tetapi dengan nada getir. "Sudah, sudah saya coba, bahkan beberapa kali. Tetapi selalu gagal. Tulisan saya ibarat orang yang sedang bingung, hanya berputar-putar di suatu tempat dan tidak pernah sampai ke tujuan. Padahal di sini (pen: sambil menunjuk kepalanya) banyak yang ingin saya sampaikan tetapi saya tidak bisa menuliskannya. Namun anda lihat dan dengar sendiri, saya dengan lancarnya bisa bercakap-cakap dengan anda tentang apa yang saya maksud", kata rekan ini sambil tersenyum.

Dengan menghibur dan sambil memotivasi saya katakan padanya, bahwa "apa yang anda alami, juga dialami oleh banyak rekans (orang) lain. Tetapi anda tidak boleh berputus asa, mulailah menulis dari sekarang. Tulislah apapun yang sedang anda pikirkan, jangan berhenti dan jangan dibaca sebelum tangan anda selesai menulismengetik pada kata terakhir dari buah pikiran anda. Setelah itu bacalah. Anda akan senang dan tertawa bahkan tak percaya membaca tulisan dari buah pikiran anda tersebut. Selanjutnya mulailah perbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi. Boleh jadi satu halaman yang telah anda ketik, setelah diperbaiki dan diedit berulang-ulang hanya menjadi satu paragraf pendek atau boleh jadi hanya akan menjadi satu kalimat singkat seperti: 'saya tidak bisa menuliskannya'".

Teman saya ini tampak tersenyum dan manggut-manggut mendengar penjelasan saya yang panjang lebar. Dia tersenyum karena penjelasan tersebut langsung saya ketik di komputer dan tepat di depan matanya.

Saat mau pamit dan setelah berjanji akan mencoba mempraktekkannya, saya bisikkan satu kalimat yang mudah-mudahan bisa memotivasinya, "jika tidak sekarang, kapan lagi anda akan menuliskan buah pikiran anda yang cemerlang?".(INTI/HM)


"Saya Tidak Bisa Menuliskannya"   |   Dibaca 398 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar