Bagi Anda yang sering ulang-alik menggunakan pesawat terbang, baik dalam rangka melaksanakan perjalanan dinas dan atau melakukan perjalanan yang bersifat pribadi/keluarga mungkin sudah tidak asing lagi dengan kalimat berikut ini:

“Demi keselamatan penerbangan, mohon matikan pesawat telepon (seluler) Anda”.

Di samping kalimat tersebut diatas terpampang dengan jelas di depan tempat duduk Anda, tak kurang awak kabin juga selalu mengingatkan penumpang untuk segera mematikan pesawat telepon (seluler) tersebut, bahkan sampai pesawat berhenti dengan sempurna.

Setelah membaca dan atau mendengar pemberitahuan dari awak kabin, apa yang Anda lakukan?
Saya yakin, Anda pasti dengan senang hati, dengan kesadaran sendiri akan mematuhi himbauan tersebut. Bukankah begitu?

Pertanyaan saya adalah, apakah Anda pernah (mencoba) untuk tidak mematikan HP tersebut selama dalam penerbangan?, atau pernahkah Anda lupa, atau pura-pura lupa? Tidak bukan?, karena pasti Anda akan segera mematikannya.

Mengapa?, karena Anda tentu tidak ingin ada masalah dalam penerbangan, karena Anda masih sayang dengan anak, isteri, dan keluarga Anda, dan karena Anda masih ingin melanjutkan karir Anda di INTI, atau Anda masih belum merasa puas karena hakikat/tujuan dari penciptaan Anda, yaitu untuk beribadah kepada-NYA belum sepenuhnya Anda laksanakan (dengan sempurna).

(Menurut informasi dari ASRS (Aviation Safety Reporting System) bahwa ponsel mempunyai kontributor yang besar terhadap keselamatan penerbangan. Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat terbang terjadi yang diakibatkan oleh ponsel).

Jika dikaitkan dengan tugas kita sebagai karyawan INTI, hikmah apa yang dapat dipetik dari kalimat atau himbauan untuk mematikan ponsel tersebut?

Hikmahnya adalah, jika para stakeholder INTI menyadari bahwa perusahaan ini bila diibaratkan dengan 'pesawat terbang' maka dia adalah merupakan sarana untuk mencapai tujuan, bagi pemegang saham adalah (perolehan) laba, sementara bagi karyawan adalah peningkatan kesejahteraan.

Maka, bisa dipastikan kita tak akan 'main-main' dan ambil risiko dalam melaksanakan tugas. Misalnya:


  1. Dalam pengelolaan keuangan kita tak akan berani 'main mata' atau melakukan kelalaian lain sekecil apapun juga, sebab 'pesawat terbang' ini akan langsung terjun bebas, hancur tak berbekas.

  2. Dalam proses pengadaan, kita tak akan berani 'main mata' dengan rekanan, karena akibatnya bisa fatal. Jika terjadi kemahalan harga atau salah dalam menetapkan rekanan, maka ‘pesawat terbang’ ini akan menukik dengan tajam menghujam bumi.

  3. Dalam penanganan proyek (di lokasi), kita tak akan berani 'main mata' dengan sub kontraktor atau melakukan 'perkeliruan' pada saat membeli kebutuhan proyek di lokasi. Jika ini dilakukan maka 'pesawat terbang' yang diharapkan akan dapat 'terbang tinggi', justru terjun bebas tak terkendali.

  4. Dalam pengelolaan SDM, kita tak akan berani 'main mata' dengan menempatkan orang yang bukan ahlinya dan bukan pada tempat yang semestinya. Karena jika salah dalam memilih 'pilot' maka bisa dipastikan 'pesawat terbang' ini akan menukik tajam dan jatuh ke dalam lautan luas atau menabrak dinding gunung, untuk selanjutnya hancur berkeping-keping.


Oleh sebab itu, kita berharap para stakeholder INTI, baik dengan kesadaran sendiri maupun karena adanya regulasi yang mengatur, hendaknya dapat segera 'mematikan ponselnya', agar 'perjalanan' kita selamat sampai di 'bandara' tujuan. Hal mana itu adalah sebuah keniscayaan, pasti dan selalu menjadi dambaan kita (bersama).

Bukankah keselamatan, keberlangsungan hidup, dan tujuan perusahaan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam RKAP, menjadi tanggung jawab kita (bersama) untuk merealisasikannya?


"Demi Keselamatan"   |   Dibaca 302 kali   |   0 Komentar    |   Login untuk berkomentar   

Komentar